Langsung ke konten utama

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google

Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo.

Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom, Yos Rizal, menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. Didukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan, Yos Rizal menjelaskannya kepada kami.

Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat redaksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di lapangan, reporter akan mengkonfirmasi kelengkapan data/informasi kepada editor di kantor. Dilanjutkan dengan penulisan berita oleh penulis, setelahnya penulis akan mengirimkan berita ke keranjang berita  yang dapat diakses oleh editor, dan editor akan mengedit berita tersebut.

Setelah proses editing terlewati, berita akan di-approve oleh Redaktur Pelaksana. Tidak berhenti sampai di situ, berita pun akan diperiksa lagi struktur bahasa dan penggunaan katanya oleh editor bahasa. Setelah selesai dengan konten penulisan, berita akan dikirimkan ke bagian design/layout untuk dimantapkan visualisasinya. Selesai dengan beberapa tahap tersebut, maka berita siap dicetak atau lalu disebar dan didistribusikan ke publik.

Jika dipikirkan kembali, mengapa Tempo tetap bertahan di tengah berkembangnya konvergensi media dan muncul isu matinya media cetak. Tempo menyiasatinya dengan membuat platform baru yaitu Tempo.co, situs pemberitaan online yang dapat diakses tanpa menggunakan biaya. Namun, pembaca juga dapat berlangganan e-magazine Tempo dengan membuat akun berbayar terlebih dahulu.

Tempo menyadari bahwa dengan berkembangnya teknologi maka pembaca akan mengikuti tren teknologi seperti penggunaan gadget dan mulai meninggalkan media cetak. Namun di sisi lain, media cetak tidak benar-benar ditinggalkan karena di media cetaklah pembaca akan mendapatkan informasi yang jauh lebih lengkap dan akurat.

Dalam proses pengumpulan informasinya pun, Yos Rizal mengatakan bahwa reporter Tempo dituntut untuk dapat berpikir digital dalam satu waktu, karena mereka berpacu dengan deadline. Mereka harus dapat melayani 3 outlet sekaligus, yaitu majalah, koran, dan online. Tempo memiliki prinsip bahwa satu pemberitaan yang terdapat dalam satu platform berarti tidak boleh terdapat dalam platform lainnya.

Penulis          : Ayu Nanda Maharani
Editor            : Nursita Sari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mau Ajukan Cicilan Uang Kuliah, Begini Caranya

Sapta AP - MeClub UB Jakarta - Bagi Sobat MeClub yang memiliki kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran uang kuliah, meskipun dengan sistem pembayaran virtual account (VA), Kamu masih bisa mengajukan permohonan cicilan. Wakil Rektor Bidang Non-Akademik, Dr. Darminto, MBA, mengakui bahwa pada semester-semester sebelumnya, sejumlah mahasiswa sering mengajukan banyak variasi mengenai cicilan, seperti besaran pembayaran biaya pertama dan jumlah cicilan pembayaran. Saat ini sistem cicilan biaya kuliah sudah dibuat dengan cara yang lebih praktis dan lebih seragam. Secara umum, mahasiswa yang mengajukan cicilan pembayaran akan diberikan keringanan hanya untuk membayar BOP dan biaya registrasi sebagai pembayaran pertama. Darminto sendiri mengungkapkan bahwa pihak kampus akan melakukan negosiasi terkait besaran biaya pertama dan jumlah cicilan. "Untuk yang mendapat beasiswa Cemerlang, kalau misalnya dia mengajukan pembayaran pertama sebesar 4 juta sementara dia harus...

Larang Mahasiswanya Kenakan Almet Saat Unjuk Rasa, Edaran Senat UB Tuai Pro Kontra

Sumber foto: Thearyaten Jakarta, 25 September 2019 – Senat Universitas Bakrie mengumumkan pelarangan bagi mahasiswa/i Universitas Bakrie untuk melakukan aksi demo di DPR kemarin dengan mengenakan almamater kampus. Hal ini disampaikan dalam unggahan Instagram @senatub yang diunggah pada Senin, (23/9). Sumber: Intagram.com/senatub “Diberitahukan kepada seluruh Mahasiswa Universitas Bakrie bahwa Jas Almamater tidak boleh digunakan untuk kegiatan demonstrasi di gedung DPR RI pada tanggal 24 September 2019 sebagaimana yang tertera pada SOP Penggunaan Jas Almamater pada Pasal 10 poin A. Pihak Kampus Universitas Bakrie memberikan sanksi berupa pengeluaran (DROP OUT). Maka dari itu, jika tetap ingin tetap berpartisipasi turunlah atas nama rakyat dan mahasiswa tanpa membawa/mengenakan atribut identitas Universitas Bakrie.” bunyi siaran pers/ press release Senat Universitas Bakrie. Sumber: Intagram.com/senatub Jika dilihat dari penjelasan yang ada di slide ke-2 gamb...