![]() |
Credit : Dokumentasi Tim Grafik |
"Hari ini main yuk? Kangen nih gue jalan sama
lo"
Begitulah kira-kira percakapan singkat aku dan sahabatku,
Nadia (nama disamarkan) melalui sambungan telepon. Meskipun kita bersahabat sudah lama,
Nadia atau yang akrab di sapa Aya selalu ketakutan ketika menginjakkan kakinya di
rumaku.
Menurutnya, rumahku seram dan terlihat seperti rumah
yang
tak berpenghuni ketika dilihat dari luar. Sesekali dia juga merasakan ada bayangan hitam
yang lewat di
ujung kelopak matanya. Semua cerita menyeramkan Aya tentang rumahku tak pernah aku hiraukan. Karena aku merasa nyaman
dirumah ini dan tidak pernah merasakan kejadian aneh seperti perkataannya.
*kring kring*
Teleponku berbunyi lagi,
bisa kutebak ini pasti dari Aya.
"Iya Aya kenapa lagi sih?"Jawab kusedikit kesal
"Buruan mandi ntaan, ntar ada yang nemenin lo
mandi baru tau rasa"
"Apaan sih
lo" jawabku ketus dan langsung menutup teleponnya. Aya memang seperti itu orangnya,
suka mengeluarkan kalimat menyeramkan untuk menakut-nakuti orang. Padahal sendirinya penakut banget.
Uh!
Aku pun bergegas lari kekamar mandi. Tak berselang
lama, terdengar bunyi ketukan pintu yang sumbernya berasal dari kamarku. Awalnya aku tak menggubris ketukan itu,
tapi lama kelamaan ketukanp intunya semakin keras terdengar.
"Pasti Aya si nyebelin nih!" Gumamku. Aku
pun
keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk sambil bergegas membuka pintu kamarku.
"Tuh kan benar lo.
Cepet banget sih datengnya. Gue belum selesai mandiloh" ketusku kepada Aya. Biasanya ketika aku ngomelin Aya seperti ini pasti dia balik memarahiku. Namun
kali ini tidak. Dia hanya diam mematung di hadapanku,
tanpa senyuman dan candaan khasnya.
Aku tak begitu menghiraukan keanehannya pada saat itu. Sebab,
aku belum selesai mandi dan aku tak ingin dia ngomel-ngomel selama aku mandi. Aku pun
bergegas masuk kembali ke kamar mandi sambil teriak ke Aya.
"Lo duduk aja dulu di
tempat tidur. Gue dikit lagi kelar kok mandinya. Bentar yee"
15 menit kemudian aku pun keluar dari kamar mandi. Kudapati Aya sedang duduk mematung
di tempat tidur sambil menatap TV di depannya dengan tatapan yang kosong. Aneh,
bukan Aya yang aku kenal.
"Kok lo cepat banget sih nyampe di
rumah gue? Perasaan belum 20 menit lo nelpon gue tadi" tanyaku.
Namun Aya tidak menjawab pertanyaanku. Kupancing lagi untuk bertanya
agar aku bisa mendengar suaranya.
"Lo kenapa sih? Kesambet setan
yak?"
Aya tetap tidak menggubris candaanku. Aneh banget,
ini bukan Aya yang aku kenal. Ketika aku melihat wajah Aya,
dia terlihat sedikit pucat. Fikiran kusaat itu mungkin dia lagi sakit dan malas untuk menjawab semua pertanyaanku. Namun pikiran kumulai bercabang ketika aku mendengar
nada telepon dari ponselku.
*kring kring*
Posisi ponselku saat itu persis
dimeja dekat Aya duduk. Aku menyuruh Aya untuk mengangkat telponnya,
namun lagi-lagi dia tetap tidak menggubrisnya.
Aku pun
mulai kesal dan berjalan untuk mengangkat telpon tersebut. Ketika aku melihat layar ponselku,
tertulis bahwa yang menelponku adalah Aya. Aku kaget setengah tidak percaya. Bagaimana mungkin Aya
yang ada di hadapanku lagi duduk mematung tidak memegang ponsel bisa menelpon?Aku pun
mulai berfikiran aneh-aneh. Dengan tangan yang gemetar,
aku mencoba untuk mengangkat teleponnya.
"Intaaan, kayaknya gue gajadi kerumah lo
deh. Nyokap mendadak ngajak gue keluar nih. Kacau banget. Next time
yaaa!" ujar Aya kepadaku.
Mendengar ucapan Aya seperti itu, aku pun
diam dan tidak bisa berkata apa-apa. Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang
diucapkan Aya di telepon kepadaku. Aku bingung sekaligus takut.
Aku mulai ketakutan, sangat ketakutan. Jika yang
barusan menelponku adalah Aya yang asli, lalu siapa yang ada dihadapan kusekarang?
Beberapa menit setelah telepon di matikan, Aya
yang ada dihadapanku mendadak melihat kearahku.
Tatapan kosongnya sangat menakutkan. Dia memandangi kusangat lama,
membuat jantungku berdebar sangat cepat. Dengan suara yang
kedengarannya seperti seorang laki-laki, Aya yang ada dihadapanku pun berkata
"Sekarang kamu sudah tau
kan siapa aku?"
Kemudian sosok Aya tersebut hilang begitu saja setelah ia mengucapkan satu kalimat
yang sangat menakutkan itu. Takut. Kaget. Gemetaran. Dan
ingin pingsan saat itu juga ketika aku tau ternyata yang aku ajak ngobrol tadi dan yang
ada di hadapanku itu adalah sosok jelmaan Ara.
Penulis : Jhaned Rachmi Putri
Grafik : Nabilla Ramadhian
Editor : Helvira Rosa
Sumber : Jhaned Rachmi Putri
Komentar
Posting Komentar