Acara “Ngobrol Sabtu” yang diadakan oleh Remotivi mengangkat tema "Media dan Disabilitas (Sumber foto: Harley Davidson) |
Usai mencoba kelaikan aksesibilitas transportasi umum,
yaitu Kereta Rel Listrik (KRL), di Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Palmerah, beberapa warga bersama
para penyandang disabilitas seperti tunadaksa, tunarungu, dan tunanetra mengakhiri
perjalanan dengan berkunjung
ke Gedung Tempo, di Palmerah
Barat, Jakarta selatan pada Sabtu (16/02/2019). Para penyandang disabilitas tersebut berkunjung ke Gedung Tempo untuk menghadiri
acara “Ngobrol Sabtu” yang diadakan oleh Remotivi.
Dalam acara kolaborasi antara Remotivi dan Jakarta Barriers Free
Tourism tersebut, wartawan
Tempo yang juga penyandang
disabilitas netra, Cheta Nilawaty, menceritakan bahwa saat ini tempat-tempat wisata masih banyak yang belum ramah
disabilitas. Ia berharap tempat wisata tersebut diperbaiki sehingga akses bagi
disabilitas dapat terpenuhi secara maksimal.
“Tempat-tempat wisata masih belum ramah, masih ada
tangga kadang kalo kita ke tempat itu, belum ada toilet, trotoar aja di jalanan tadi masih ada yang harus
dikoreksi ya atau mungkin diperbaikilah,” kata Cheta di Gedung Tempo (16/02/2019).
Mencoba kelaikan transportasi umum bagi disabilitas merupakan rangkaian
acara “Ngobrol Sabtu” yang dilaksanakan
oleh Jakarta Barriers Free Tourism (JBFT) dan Remotivi. Remotivi sebagai
lembaga kajian media bekerja sama
untuk memperjuangkan layanan akses disabilitas sekaligus untuk melihat sejauh
mana aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas di tempat umum seperti
stasiun, daerah wisata, halte,
dan fasilitas umum lainnya.
Hal ini juga disampaikan oleh
Direktur Eksekutif Remotivi, Roy Thaniago, untuk sama-sama menyadarkan keberadaan para disabilitas, terlebih 10% dari warga Indonesia adalah
para penyandang disabilitas. Sebagai
perbandingan, Roy membandingkan Negara Swedia, yang memiliki 80 ribu lebih warga disabilitas namun mampu memberi ruang gerak bagi
para penyandang disabilitas.
“Ini kota 80.000 kok saya gampang banget
nemuinnya, berbeda sekali dengan pengalaman ketika saya hidup selama 30 tahun di Jakarta, jarang sekali
bertemu dengan disabilitas. Oh, bukan ini, bukan tentang masalah jumlah lebih banyak,
tapi kotanya mengizinkan mereka untuk keluar, mengizinkan mereka untuk bisa
berpartisipasi sacara mandiri tanpa harus di gotong-gotong sama orang dan dibantu
oleh petugas,” kata Roy.
Dalam diskusi yang berlangsung di
Gedung Tempo lantai 8 kemarin, para penyandang
disabilitas meminta untuk memperhatikan kelayakan di berbagai tempat umum. Singkatnya, para disabilitas ingin berbaur dan berbagai dengan masyarakat
serta lingkungan agar tidak
menyulitkan orang banyak. Namun, keadaan
lingkungan yang membuat para disabilitas tidak berdaya. Melalui kerjasama ini, JBFT meminta Remotivi untuk dapat
sekaligus menyuarakan hak disabilitas.
Reporter: Siti Nuratina
Editor : Firly Fenti
Komentar
Posting Komentar