![]() |
Sumber Foto: Google |
Pada
Selasa waktu lalu, tepatnya pada tanggal 5 Februari 2019, etnis Tioghoa telah
merayakan Tahun Baru Imlek yang diadakan disetiap tahunnya. Tahun Baru Imlek tak hanya dirayakan di Negara asalnya
yaitu China, namun keturunan Tionghoa yang tersebar di berbagai sudut belahan
dunia pun dapat ikut merayakan dan memeriahkanya, termasuk Indonesia.
Perayaan Tahun Baru Imlek tidak hanya identik dengan Warna Merah, Barongsai, dan Angpao saja, tetapi juga prediksi tentang cuaca hujan. Hujan di waktu Imlek justru ditunggu-tunggu , karena dikaitkan dengan mitos yang beredar. Ya, Semakin deras curah hujan yang turun maka semakin bagus juga dampaknya.
Pada saat seperti ini, biasanya hujan yang turun pun juga
dapat seolah turut merasakan langsung kebahagiaan orang-orang Tiongkok khususnya
Etnis Tionghoa yang menunggu hujan tiba. Dari fenomena ini terbentuk semacam
kepercayaan akan hujan yang menjadi tanda keberuntungan. Kepercayaan inilah
yang dapat kemudian menyebar luas, termasuk ke Indonesia. Uniknya, fenomena
hujan dan Imlek bagi orang-orang Indonesia sudah seperti paket lengkap tanpa
tau apa itu asal-usulnya. Masyarakat Indonesia pun banyak yang berpendapat bahwa:
Kalau Tahun Baru Imlek ya pasti bakal hujan.
Namun,
bagaimana jika saat Imlek tidak turun hujan?
![]() |
Sumber foto: Google |
Meskipun identik dengan turunnya hujan, kadang di hari Imlek
juga bisa saja kering kerontang, maksudnya tidak ada setitik pun air langit
yang jatuh layaknya mitos yang berederar. Kalau sudah begini, orang-orang
Tiongkok bakal menganggapnya sebagai ketidak-beruntungan. Walaupun begitu, tapi
tidak munculnya hujan bukan berarti Imleknya tak direstui atau semacamnya. Hari
raya serba merah ini tetap happening dan
membawa kebahagiaan.
Spiritualis pada masa lampau yang bernama Suhu Naga menjelaskan bahwa, Imlek selalu bersamaan dengan pesta rasa syukur musim panen telah tiba. Pasca musim panen tiba selalu ditandai dengan turunnya hujan. Turun hujan di Tahun Baru Imlek adalah lambang bahwa keyakinan akan ada banyak rejeki dan keberuntungan menunggu di tahun yang baru. Tak hanya soal itu, intensitas hujan yang deras kadang juga sering dipakai sebagai tolak ukur keberuntungan. Kalau rintik-rintik ya sedikit beruntungnya, tapi kalau deras luar biasa ya artinya melimpah ruah. Banyak orang berkontroversi akan perayaan tahun baru ini bahkan diseluruh dunia mengangap bahwa turunnya hujan pada saat Imlek yang bersamaan memiliki hubungan. Dan memang, banyak orang berpendapat bahwa ketika Imlek datang hujan pun seolah-olah sudah diatur dengan semedikian rupa untuk turun.
Spiritualis pada masa lampau yang bernama Suhu Naga menjelaskan bahwa, Imlek selalu bersamaan dengan pesta rasa syukur musim panen telah tiba. Pasca musim panen tiba selalu ditandai dengan turunnya hujan. Turun hujan di Tahun Baru Imlek adalah lambang bahwa keyakinan akan ada banyak rejeki dan keberuntungan menunggu di tahun yang baru. Tak hanya soal itu, intensitas hujan yang deras kadang juga sering dipakai sebagai tolak ukur keberuntungan. Kalau rintik-rintik ya sedikit beruntungnya, tapi kalau deras luar biasa ya artinya melimpah ruah. Banyak orang berkontroversi akan perayaan tahun baru ini bahkan diseluruh dunia mengangap bahwa turunnya hujan pada saat Imlek yang bersamaan memiliki hubungan. Dan memang, banyak orang berpendapat bahwa ketika Imlek datang hujan pun seolah-olah sudah diatur dengan semedikian rupa untuk turun.
Sekedar Mitos Atau Memang Sedang Musim Hujan?
Menurut Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengungkapkan bahwa periode
Imlek terjadi antara bulan Januari dan Februari, sehingga identik dan bersamaan
dengan bulan-bulan puncak musim penghujan, Tahun baru Imlek memang jatuh antara
akhir Januari dan awal Februari. Hal ini terjadi karena penghitungan hari dalam
Imlek merupakan gabungan berdasarkan fase bulan mengelilingi bumi dengan bumi
mengelilingi matahari. Itulah sebabnya hari dalam tahun Imlek tidak sama dengan
kalender Masehi ataupun Hijriah. Secara umum, bulan Januari-Februari
merupakan bulan puncak musim hujan untuk wilayah Indonesia di sebelah selatan
Khatulistiwa. Jika dilihat secara klimatologisnya, pertengahan
Januari-pertengahan Februari merupakan periode potensi curah hujan yang tinggi
dan intensif.
Penulis : Yudha Sucianto
Editor : Meidiana Aprilliani
BalasHapusnumpang promote ya min ^^
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*E*W*A*P*K
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)