![]() |
Poster penolakan bersumber dari para artis yang gencar menolak RUU Permusikan |
Akhir-akhir ini media sosial diramaikan oleh
perdebatan hangat yang menarik perhatian publik terkait Rancangan Undang-Undang
Permusikan. Bahkan sampai muncul hastag #TolakRUUPermusikan yang sedang ramai
di media sosial.
Banyak para musisi yang menunjukkan sikap
tidak setuju dan keberatan dengan cara memprotes melalui media sosial,
wawancara dengan media dan bahkan sampai membuat petisi penolakan di website
terkait tentang RUU Permusikan. Mereka menilai beberapa poin dalam RUU yang
sedang ‘digodok’ ini dapat mengancam nasib para musisi ditanah air. Tercantum
didalamnya pasal-pasal yang malah dianggap merugikan para musisi seperti yang
dikutip pada laman Wartakota yang ditulis pada 6 Februari 2019.
Berikut diantaranya:
Pasal 4
(1) Proses Kreasi dilakukan berdasarkan kebebasan berekspresi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.
(2) Proses Kreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Pelaku Musik.
(3) Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. penulis lagu;
b. penyanyi;
c. penata musik; dan
d. produser.
(1) Proses Kreasi dilakukan berdasarkan kebebasan berekspresi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.
(2) Proses Kreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Pelaku Musik.
(3) Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. penulis lagu;
b. penyanyi;
c. penata musik; dan
d. produser.
Pasal 5
Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang:
Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang:
a. mendorong khalayak
umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia.
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia.
Pasal 7
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengembangkan Musik Tradisional sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
(2) Pengembangan Musik Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelatihan dan pemberian beasiswa;
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengembangkan Musik Tradisional sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
(2) Pengembangan Musik Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelatihan dan pemberian beasiswa;
b. konsultasi,
bimbingan, dan pelindungan hak kekayaan intelektual;
dan/atau
c. pencatatan dan pendokumentasian Musik Tradisional.
dan/atau
c. pencatatan dan pendokumentasian Musik Tradisional.
Pasal 10
(1) Distribusi terhadap karya Musik dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat.
(2) Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. label rekaman atau penyedia jasa distribusi untuk produk Musik
dalam bentuk fisik; atau
b. penyedia konten untuk produk Musik dalam bentuk digital.
(1) Distribusi terhadap karya Musik dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat.
(2) Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. label rekaman atau penyedia jasa distribusi untuk produk Musik
dalam bentuk fisik; atau
b. penyedia konten untuk produk Musik dalam bentuk digital.
Pasal 11
Dalam distribusi dapat dilakukan kegiatan promosi produk Musik melalui media cetak, elektronik, dan digital.
Dalam distribusi dapat dilakukan kegiatan promosi produk Musik melalui media cetak, elektronik, dan digital.
Pasal 12
(1) Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memiliki izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memperhatikan etika ekonomi dan bisnis.
(1) Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memiliki izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memperhatikan etika ekonomi dan bisnis.
Pasal 13
Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada kemasan produk Musik yang didistribusikan ke masyarakat.
Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada kemasan produk Musik yang didistribusikan ke masyarakat.
Pasal 20
(1) Penyelenggaraan Musik harus didukung oleh Pelaku Musik yang memiliki kompetensi di bidang Musik.
(2) Dukungan Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten di bidang Musik.
(1) Penyelenggaraan Musik harus didukung oleh Pelaku Musik yang memiliki kompetensi di bidang Musik.
(2) Dukungan Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten di bidang Musik.
Pasal 21
Kompetensi di bidang Musik diperoleh melalui jalur pendidikan atau secara autodidak.
Kompetensi di bidang Musik diperoleh melalui jalur pendidikan atau secara autodidak.
Pasal 31
(1) Kompetensi yang diperoleh secara autodidak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan cara belajar secara mandiri.
(2) Pelaku Musik yang memperoleh kompetensi secara autodidak dapat dihargai setara dengan hasil jalur pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi standar nasional pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah.
(1) Kompetensi yang diperoleh secara autodidak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan cara belajar secara mandiri.
(2) Pelaku Musik yang memperoleh kompetensi secara autodidak dapat dihargai setara dengan hasil jalur pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi standar nasional pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Pasal 32
(1) Untuk diakui sebagai profesi, Pelaku Musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar kompetensi profesi Pelaku Musik yang didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
(3) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari organisasi profesi.
(1) Untuk diakui sebagai profesi, Pelaku Musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar kompetensi profesi Pelaku Musik yang didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
(3) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari organisasi profesi.
Pasal 33
Uji kompetensi diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Uji kompetensi diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
Pelaku usaha di bidang perhotelan, restauran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan Musik Tradisional di tempat usahanya.
Pelaku usaha di bidang perhotelan, restauran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan Musik Tradisional di tempat usahanya.
Pasal 49
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan permusikan.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. pemberian apresiasi Musik;
b. pendokumentasian karya Musik untuk mendukung sistem pendataan dan pengarsipan permusikan;
c. pelestarian Musik Tradisional melalui proses pembelajaran dan
pertunjukan;
d. pemberian resensi Musik dan kritik untuk pengembangan Musik; dan/atau
e. pelaporan terhadap pembajakan karya atau produk Musik.
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan permusikan.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. pemberian apresiasi Musik;
b. pendokumentasian karya Musik untuk mendukung sistem pendataan dan pengarsipan permusikan;
c. pelestarian Musik Tradisional melalui proses pembelajaran dan
pertunjukan;
d. pemberian resensi Musik dan kritik untuk pengembangan Musik; dan/atau
e. pelaporan terhadap pembajakan karya atau produk Musik.
Pasal 50
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Proses Kreasi yang mengandung
unsur:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Proses Kreasi yang mengandung
unsur:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan
Pasal 51
(1) Pelaku Musik yang telah menghasilkan karya Musik sebelum UndangUndang ini berlaku diakui sebagai Pelaku Musik tersertifikasi berdasarkan penilaian terhadap karya Musik yang telah dihasilkan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Proses pengakuan sebagai Pelaku Musik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah selesai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan setelahnya berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(1) Pelaku Musik yang telah menghasilkan karya Musik sebelum UndangUndang ini berlaku diakui sebagai Pelaku Musik tersertifikasi berdasarkan penilaian terhadap karya Musik yang telah dihasilkan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Proses pengakuan sebagai Pelaku Musik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah selesai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan setelahnya berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Ada 19 pasal yang dianggap bermasalah oleh
sejumlah musisi dan terdapat beberapa pasal yang sangat diperhatikan dan
mendapatkan krtitik tajam karena dinilai mencoba membungkam dan membatasi
kreativitas berekspresi para musisi. Hal ini dianggap bertentangan dengan pasal
28 UUD 1945 yang sangat mengedepankan kebebasan berekspresi. Salah satunya terdapat
pada pasal 5, dimana beberapa musisi menganggap pada pasal 5 mengingatkannya
pada zaman orde baru.
“Pasal karet seperti ini membukakan ruang
bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang
tidak mereka sukai,” kata Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca (dikutip dari
Tribunnews.com, diakses Rabu 6 februari 2019).
“Para musisi di masa itu bisa dipenjara hanya karena memainkan music yang
kebarat-baratan,” kata Personila Band Panturas Surya Fikri Asshidiq (dikutip
dari Tempo.com, diakses Rabu 6 februari 2019).
Itu hanya segelintir pendapat para musisi
yang diambil dari sejumlah situs online dan masih banyak lagi yang menolaknya, menunjukkan
ketidaksetujuannya terhadap RUU permusikan pada pasal-pasal yang diianggap
mendiskriminasikan.
Jika dilihat dari pernyataan musisi yang
keberatan, dimana letak point keberatan mereka? Kalau kita lihat pada pasal 5
secara garis besar isinya untuk mendorong para musisi tidak mengajak pada
hal-hal yang negatif seperti agar khalayak umum tidak melakukan kekerasan,
penyalahgunaan obat-obat terlarang, tidak memprovokasi pertentangan antar
kelompok, menistakan, melecehkan dan menodai agama, dan merendahkan martabat
manusia.
Dimana pembatasan berekspresinya? Bukankah
isi dari RUU yang telah dijabarkan pada pasal 5 sangat jelas memberikan dampak
positif kepada masyarakat dan musisi itu sendiri. Pada pasal 5 ini menunjukkan
agar tidak ada musisi-musisi yang kelewat batas dalam berkarya.
Penyusunan pada pasal 5 ini jelas memiliki itikad
baik untuk menjadikan negara ini lebih bermoral dan industri musik di Indonesia
menjadi bersih dari orang-orang yang memainkan musik hanya untuk mencaci dan
memprovokasi bahkan mungkin dapat membuat kegaduhan
Lalu kenapa dipertentangkan? Bukankah kebebasan
juga harus disertai dengan tanggung
jawab, jika semua orang bebas berekspresi tanpa aturan, hal ini juga akan
membuat kerenggangan hukum terhadap
orang-orang yang berbuat seenaknya dan pasti orang-orang tersebut hanya akan
mengatasnamakan kebebasan, lalu akan menjadi apa negara ini.
Melihat perkembangan musik sekarang dapat dikatakan
sangat bebas apalagi dengan masuknya budaya barat secara masif yang
bertentangan dengan budaya Indonesia yang lebih ketimuran. Realita saat ini
tidak bisa dipungkiri jika musik dapat menjadi salah satu penyebab anak-anak
muda kita terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan salah satu buktinya para
musisi seolah-olah menampilkan hal yang tidak senonoh dan tidak sepatutnya
publikasi karena kenyataannya mayoritas penggemar mereka juga terdapat
anak-anak remaja dan bahkan anak kecil.
Berikutnya, juga ada pasal 10 yang sangat
menarik perhatian publik karena dinilai merugikan para pemusik yang berasal
dari jalur independen, merugikan para musisi karena saat ini banyak para musisi
yang memilih mempromosikan karya-karya nya secara independen atau mandiri
terutama para pemusik-pemusik indie
yang tidak mempunyai label rekaman besar.
Selain pasal 5 dan 10 yang mendapatkan kritikan
banyak musisi, pasal 32 dan 33 juga mendapatkan perhatian lebih. Pasal 32 dan
33 ini juga mendapatkan penolakan dari para musisi karena dianggap
mendeskriminasikan para pemusik yang tidak melalui jalur pendidikan dan banyak
yang merasa tak perlu adanya uji kompetensi bagi pemusik
RUU Permusikan ini memang dinilai belum
sempurna oleh karena itu Anang Hermansyah sebagai anggota Komisi X DPR yang
akhir-akhir ini mendapatkan kritikan pedas di medsos mengajak para musisi - musisi
di Indonesia memberikan masukan dan saran.
“Naskah akademik didesain 2017 bulan Juli,
kita bersama-sama membahas. Kita punya tim bersama-sama untuk membahas. Mulai dari
proses produksi kreasi, distribusi, konsumsi kita bahas disitu. Ini hal masih
draft, yang memang butuh masukan dari kita semua, sudah mewakili apa belum, ini
makanya kuncinya, ya bertemu,” kata Anang (dikutip dari cumi.cumi.com, diakses rabu
6 Februari 2019).
Berdasarkan penyataan Anang Hermansyah diatas
menunjukkan adanya kemauan untuk memperbaiki Draft RUU Permusikan yang saat ini
menjadi kontroversial. Pada awalnya RUU memang seharusnya untuk melindungi para
pekerja musik dan diharapkan menjadi payung hukum, tetapi jika RUU itu malah memberikan
dampak buruk terhadap para musisi bahkan dapat mengancam dan merugikan musisi
itu sendiri maka dapat dilakukan alternatif dengan merombak atau mendiskusikan kembali
pasal-pasal yang dinilai benar-benar merugikan.
BalasHapusnumpang promote ya min ^^
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*E*W*A*P*K
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)