Langsung ke konten utama

Gadis Penjual Tisu

 
Doc: Google

Dikisahkan bahwa dahulu, ada seorang gadis kecil dari keluarga tidak mampu. Bajunya lusuh, rambutnya kusut, dengan wajah senantiasa larut dalam sendu berhias pilu. Ia tinggal di sebuah rumah yang kumuh, dengan keadaan tidak terurus. Kehidupannya pun semrawut. Sang ayah terbaring sakit di atas kasur, dan sang ibu sudah meninggal bertahun-tahun lalu. Ditambah karena tidak sanggup, pendidikannya mesti terputus, menjadikan masa depannya kian keruh.

Gadis kecil itu berjualan tisu untuk mencari uang. Dari siang hingga malam, entah panas maupun hujan, ia terus menenteng kotak-kotak tisu dalam keranjang. Tisu tersebut dijajakannya di bawah jembatan, dan ditawarkan kepada orang-orang yang lalu-lalang.

“Tisunya, bu! Tisunya, pak! Tisu, tisu!” Seru gadis itu.

Tak ada yang peduli. Tapi demi sesuap nasi, sang gadis kecil berusaha keras tiada henti.

“Tisunya, bu! Tisunya, pak! Tisu, tisu!” Seru gadis itu.

Ia terus berusaha menjual tisunya pada setiap orang yang lewat. namun tidak ada yang mau mengindahkan.

Siang akhirnya berganti malam. Udara gersang kini jadi membekukan. Langit biru telah lama menghitam, tanda matahari sudah jauh terbenam.

Sudah tidak ada orang yang lewat. Gadis kecil itu pun memutuskan untuk mulai beranjak pulang. Ia berjalan pelan, sambil terus menjajakan tisunya sepanjang perjalanan.

“Tisunya, bu! Tisunya, pak! Tisu, tisu!” Seru gadis itu.

Di sebuah perempatan jalan yang sunyi, ada seorang lelaki yang duduk sendiri. Ia melambaikan tangannya pada si gadis kecil, yang langsung menghampirinya dengan berlari.

“Halo dik,” sapa sang lelaki. “Apa yang kau jual malam-malam begini?”

Gadis kecil itu menyodorkan keranjangnya yang penuh berisi tisu. “Aku sedang berjualan tisu, apa tuan mau beli satu?”

Krucuk! Krucuk!

Perut si gadis kecil tiba-tiba berbunyi. Keras sekali.

Gadis kecil itu pun menunduk malu dengan wajah memerah. Membuat sang lelaki tertawa melihatnya.

“Kau lapar, dik?” Tanya lelaki itu. Sang gadis mengangguk.

Lelaki itu pun bangun dari tempatnya duduk. Menghadap si gadis yang membisu, ia sedikit membungkukkan punggung. Tangan kanannya terulur, kemudian bertutur dengan nada halus dan bahasa yang lembut.

“Dik, ayo ikut ke rumahku,” ajaknya seraya tersenyum. “Akan kubuat makan malam yang enak. Apa yang kau punya akan kupastikan terjual semua. Pasti menghasilkan uang yang banyak. Bagaimana?”

Dengan gembira, gadis kecil itu mengangguk penuh suka cita. Uluran tangan lelaki itu ia balas dengan genggaman tangannya. Keduanya pun tersenyum senang. Sang lelaki menuntun si gadis kecil menuju sebuah mobil hitam, dan keduanya berangkat menuju rumah di antah berantah.

Kasihan, oh kasihan. Gadis kecil itu tidak tahu, mobil itu mobil curian.

Kasihan, oh kasihan. Gadis kecil itu tidak tahu, rumah itu rumah persembunyian penjahat.

Kasihan, oh kasihan. Gadis kecil itu tidak tahu, lelaki itu anggota sindikat perdagangan organ manusia.

Begitu mereka tiba, sang lelaki mengajaknya masuk ke dalam. Gadis kecil itu kemudian dibekap dengan sapu tangan, hingga hilang kesadaran. Teman-teman sang lelaki pun datang. Bersama-sama, mereka membawa gadis kecil tersebut ke sebuah ruangan.

Pakaian si gadis ditanggalkan. Badannya lalu diletakkan di atas meja. Setelah bersiap, lelaki itu dan teman-temannya memulai operasi untuk mengambil organ-organ tubuhnya.

Set! Set! Set!

Tangan-tangan terampil membuat sayatan. Menampilkan organ-organ di dalamnya.

 Set! Set! Set!

Tangan-tangan terampil memotong lapisan membran, tulang, pembuluh darah, dan urat.

Tes, tes, tes.

Darah si gadis kecil menetes membasahi lantai.

Set! Set! Set!

Tangan-tangan terampil mengambil jantung, paru-paru, ginjal, mata, hati, rahim, dan sebagainya.

Operasi pun berakhir. Tubuh si gadis kecil, telah menghasilkan beberapa kotak berisi organ dan daging. Organnya akan dijual ke pasar gelap dengan harga tinggi. Dagingnya akan dikirim kepada para kanibal untuk makan malam mereka nanti. Rezeki bagi si lelaki, karena kuota minggu itu terpenuhi.

Mayat sang gadis kecil pun dibersihkan. Setelah itu dibungkus dengan saksama, dan nantinya akan dibuang ke suatu tempat. Entah di mana, karena atasan masih belum memberi arahan.

Sambil menunggu temannya yang menyiapkan kendaraan, lelaki itu mencium kening si gadis kecil. “Terima kasih, dik,” bisiknya, lalu melirik kotak-kotak hasil panennya. “Akan kubuat makan malam yang enak. Apa yang kau punya akan kupastikan terjual semua. Pasti menghasilkan uang yang banyak.”

 

Penulis: Annisa Aulia N. S

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l...

Mau Ajukan Cicilan Uang Kuliah, Begini Caranya

Sapta AP - MeClub UB Jakarta - Bagi Sobat MeClub yang memiliki kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran uang kuliah, meskipun dengan sistem pembayaran virtual account (VA), Kamu masih bisa mengajukan permohonan cicilan. Wakil Rektor Bidang Non-Akademik, Dr. Darminto, MBA, mengakui bahwa pada semester-semester sebelumnya, sejumlah mahasiswa sering mengajukan banyak variasi mengenai cicilan, seperti besaran pembayaran biaya pertama dan jumlah cicilan pembayaran. Saat ini sistem cicilan biaya kuliah sudah dibuat dengan cara yang lebih praktis dan lebih seragam. Secara umum, mahasiswa yang mengajukan cicilan pembayaran akan diberikan keringanan hanya untuk membayar BOP dan biaya registrasi sebagai pembayaran pertama. Darminto sendiri mengungkapkan bahwa pihak kampus akan melakukan negosiasi terkait besaran biaya pertama dan jumlah cicilan. "Untuk yang mendapat beasiswa Cemerlang, kalau misalnya dia mengajukan pembayaran pertama sebesar 4 juta sementara dia harus...

Larang Mahasiswanya Kenakan Almet Saat Unjuk Rasa, Edaran Senat UB Tuai Pro Kontra

Sumber foto: Thearyaten Jakarta, 25 September 2019 – Senat Universitas Bakrie mengumumkan pelarangan bagi mahasiswa/i Universitas Bakrie untuk melakukan aksi demo di DPR kemarin dengan mengenakan almamater kampus. Hal ini disampaikan dalam unggahan Instagram @senatub yang diunggah pada Senin, (23/9). Sumber: Intagram.com/senatub “Diberitahukan kepada seluruh Mahasiswa Universitas Bakrie bahwa Jas Almamater tidak boleh digunakan untuk kegiatan demonstrasi di gedung DPR RI pada tanggal 24 September 2019 sebagaimana yang tertera pada SOP Penggunaan Jas Almamater pada Pasal 10 poin A. Pihak Kampus Universitas Bakrie memberikan sanksi berupa pengeluaran (DROP OUT). Maka dari itu, jika tetap ingin tetap berpartisipasi turunlah atas nama rakyat dan mahasiswa tanpa membawa/mengenakan atribut identitas Universitas Bakrie.” bunyi siaran pers/ press release Senat Universitas Bakrie. Sumber: Intagram.com/senatub Jika dilihat dari penjelasan yang ada di slide ke-2 gamb...