![]() |
Doc: Google |
Begitu pacarku menyelesaikan ujian akhir semester
enamnya, aku menjemputnya ke kos-kosannya di Jakarta dengan mobil. Untuk
mengantarnya pulang ke rumah orang tuanya di Cikarang. Sekaligus kesempatan
bagiku untuk mengenalkan diri kepada orang tuanya.
Agak menakutkan memang, meski pengenalan diri ini
memang sudah kami rencanakan sejak lama. Hanya dipercepat saja. Karena pacarku bilang,
orang tuanya sempat mengatakan ingin menjodohkannya. Entah itu hanya guyonan
atau betulan, tetap saja aku tidak terima.
Sehingga, sejak sebulan sebelum hari ini tiba, aku
sudah sering menelpon pacarku untuk bersiap-siap. Seperti bertanya-tanya apa
yang orangtuanya sukai, apa yang mesti aku lakukan, dan sebagainya. Takut tidak
direstui, karena sedari pertama aku mengenalnya, orang tua pacarku ini memang
terkenal strict sekali.
Tapi aku mencintai pacarku ini. Jadi, memang aku
harus memantaskan diri untuknya.
Dengan tekad begitu, pacarku pun kujemput. Ia tampil
rapi dan cantik tersenyum, dengan busana nuansa hitam dan biru. Kembaran warna
denganku. Sepanjang perjalanan ia menggodaku yang gugup, karena kini mesti berhadapan
dengan ayahnya yang, jujur, membuatku takut.
Pada akhirnya kami sudah sampai di rumah orang
tuanya tersebut. Begitu turun dari mobil, kedua adik perempuan pacarku tampak membuka
pintu rumah. Sepertinya sudah menanti kedatangan kami.
“Waaaah, kakak akhirnya pulaaang!!”
“Mamaaaa, kakak pulaaaang! Beneran bareng pacarnyaaa!”
Kedua adik perempuan pacarku berteriak-teriak gembira,
lalu berlari masuk ke dalam rumah.
Kami pun masuk. Aku memberi salam dan mengenalkan
diri kepada ibu pacarku, juga menceritakan soal hubungan kami. Sesekali juga
kami bercanda. Syukurlah, tampaknya ibunya menyukaiku. Namun, setelah beberapa
lama berbicara, ayahnya belum muncul juga. Akhirnya, karena penasaran, aku
beranikan diri untuk bertanya.
“Maaf, papanya Ica di mana, ya? Saya belum ngenalin diri,” tanyaku takut-takut.
Ruangan seketika hening, sebelum kemudian ibunya
tersenyum. Sakit, katanya. Komplikasi jantung. Ia pun mengajak aku, pacarku,
dan kedua adiknya untuk menjenguk ayahnya. Kami semua pun naik mobil
keluarganya untuk berangkat. Aku pun menawarkan diri untuk mengemudi, dan ibu
pacarku yang menunjukkan jalan.
Tadinya, kukira tujuan kami ke rumah sakit jantung.
Ternyata ke pemakaman umum.
Begitu selesai memarkirkan mobil, kami semua pun
turun dan memasuki kawasan pemakaman. Berjalan beberapa saat, salah satu adik
perempuan pacarku berseru di depan sebuah batu nisan. “Kakak, sini, kak! Papa
di sini!”
Kami semua pun menghampiri kuburan tersebut. Tertera
nama ayahnya, yang selama beberapa bulan terakhir ini kupikir akan mengetesku
atau menanyaiku bermacam-macam hal. Sekarang, hanya bisa kuminta izin restu
lewat doa.
Kulirik pacarku, yang sudah lama tidak bertemu orang
tuanya tersebut. Ia perlahan-lahan berlutut. Mengusap batu nisan tersebut
dengan lembut, seraya berbisik parau menahan jatuh air mata yang nyaris tak
terbendung.
“Assalamualaikum pa, kakak pulang.”
Penulis: Annisa Aulia Nurrohmah Sudrajat
Untuk: Tedi Sarif Sudrajat (28.12.74—17.07.21)
(Maaf ya pa,
kakak cuma bisa nulis beginian buat papa)
Komentar
Posting Komentar