![]() |
Doc: Google |
“Psst!”
Ia terkesiap. Pikirannya langsung teringat akan
peringatan dari kakek penjaga warung tempatnya membeli kopi sebelum
pendakiannya sore ini:
“Kalau kamu tiba-tiba mendengar suara ‘psst’ seperti
suara orang memanggil, tapi bunyi itu saja, pokoknya tunggu sampai kamu dengar dia bilang sesuatu.
Misalnya ‘Hei,’ ‘halo,’ dan lainnya, itu
berarti orang biasa. Kalaupun kamu tidak sengaja langsung menengok ke sumber
suara, nunduk! Jangan sampai kamu lihat mukanya. Mati kamu! Pokoknya jangan balas
apa-apa, pergi pelan-pelan jalan biasa. Tapi kalau kamu nengok dan ga ada apa-apa, lari.”
“Psst!”
Sudah dua kali suara tersebut terdengar. Masih belum
ada suara lain yang terdengar, bahkan suara binatang malam juga lenyap.
Menakutkan.
“Psst!”
Itu yang ketiga. Keringat dingin sudah mengaliri
kening, seraya kakinya berusaha terus berjalan sepelan mungkin.
“Psst! Psst! Psst! Psst! Psst! Psst!”
Demi tuhan.
Ingin cepat-cepat pergi, tapi ia ingat aturan yang
diberitahu sang kakek tadi. Jalan seperti biasa, tapi jika tak ada apa-apa,
baru dirinya bisa berlari. Mau tak
mau, jadi mesti memastikan ada-tidaknya sesuatu di situ.
Gemetar ketakutan, ia diam di tempat. Menarik napas
panjang, lalu menunduk menatap tanah dan secepat mungkin menengok ke belakang.
Napasnya tertahan.
Sial baginya, ada kubangan air di sana. Membuatnya
melihat langsung pantulan wajah monster yang tadi memanggilnya. Tidak ada
apa-apa selain sepasang bola mata putih, dengan tubuh hitam legam menyerupai
bayangan manusia.
Dingin seketika menyelimuti tubuhnya. Sebelum
pandangannya gelap dan tubuhnya jatuh ke tanah, ia mendengar suara itu lagi
untuk yang terakhir kalinya.
“Psst!”
Penulis: Annisa Aulia N. S
Komentar
Posting Komentar