Langsung ke konten utama

Say Hi to D'Junction!

Jakarta (14/03)— Unit Kegiatan Mahasiswa Jurnalistik Universitas Bakrie sukses menggelar D’Junction (Day of Journalism in Action) di Ruang 1 dan 2 Universitas Bakrie. Acara yang bertemakan Born This Way ini terbagi ke dalam 2 sesi, yaitu seminar Travel Writing dan Film Documenter.
Antusias peserta seminar berhasil menggebrak panitia D’Junction untuk membuka gate ruang seminar pada waktu yang dijanjikan yakni pukul 9.45 WIB. Kehadiran Rini Raharjanti sebagai pembicara seminar Travel Writingsemakin memeriahkan suasana ruangan yang sudah dipenuhi oleh puluhan mahasiswa/i Universitas Bakrie. Sebagai Travel Writer, Mbak Rini (begitu sapaan akrabnya) dengan senang hati membawa jalan-jalan peserta D’Junction menelusuri pengalamannya.
Rini Raharjanti dalam seminar bertema “Travel Writing: Write Your Travel, Travel Your Write” (Doc.Ritma)
Pengalamannya di bidang Travel Writing tidak diragukan lagi. New Zealand, Travelicious Jakarta, dan Rp 3 Jutaan Keliling India, adalah 3 buku yang telah ditelurkan oleh Mbak Rini. Sebagai sosok yang telah banyak memakan asam garam di dunia Travel Writing, ia membocorkan tips untuk membuat karya jurnalistik perjalanan. Pertama, the writer has to grab attention immediately, yakni dengan membuat struktur tulisan yang benar. Kemudian, penulis juga harus mampu menceritakan dari angel yang berbeda.
Setelah puas berjalan-jalan dengan Mbak Rini, peserta D’Junction diajak nonton bareng film dokumenter “Sop Buntut” yang menjadi openning dari sesi seminar kedua.  Tak tanggung-tanggung, Lianto Luseno yang ditunjuk sebagai pembicara dari seminar yang bertema “how to make documenter, not documentation”. Nah sekadar informasi  buat Sobat Meclub, Lianto Luseno adalah seorang documentary producer di CineMassa lho!
Polo shirt cokelat, celana jeans, sepatu kets, dan rambut kriting sebahu. Sekiranya itu lah sedikit deskripsi penampilan Lianto Luseno saat mengisi seminar. Pria lulusan D3, Fakultas Film dan Televisi IKJ ini juga membagi informasi penting dan menarik seputar dunia film dokumenter kepada peserta D’Junction. “Film dokumenter itu seperti menganyam sebuah anyaman. Ini adalah soal kerajinan tangan, ya persoalan kerajinan saja.  Bagaimana Anda mau lebih banyak lelah daripada yang lain untuk mendapatkan hasil yang baik” paparnya ketika ditanyai pendapatnya mengenai film dokumenter”.
Foto bersama Lianto Luseno (tengah), pembicara seminar bertema “How to make documenter, not documentation”
D’Junction sesi 2 ditutup dengan pemutaran film dokumenter bertajuk “Gorilla dari Gang Buntu” yang berhasil menyedot perhatian peserta seminar. Walau tidak seramai pada sesi 1, namun peserta yang tetap mengikuti seminar hingga akhir sesi 2 lebih beruntung karena mendapatkan hiburan tambahan. Sobat Meclub tahu acara The Voice Indonesia kan? Nah, salah satu finalis kebanggaan Universitas Bakrie yaitu Ayu Nanda menutup rangkaian acara D’Junction dengan membawakan lagu Karena Kusanggup milik Agnes Monica. Wowza! Gak heran deh Giring Nidji pilih dia di The Voice hehehe
Ayu Nanda, mahasiswi Ilkom 2012 UB yang mengikuti ajang The Voice Indonesia, berhasil menghibur peserta D’Junction. (Doc.Ritma)
Pera Sihite, mahasiswi Ilkom 2011 UB, mengaku puas dengan rangkaian acara D’Junction yang dihadirinya. “Aku suka banget apalagi yang travel writing nya karena aku suka jalan-jalan dan nulis. Kalau film, wawasan aku nambah karena acara ini”. Sebagai masukan bagi pihak panitia penyelenggara, Pera berharap semoga untuk kedepannya acara dapat lebih kreatif, inovatif, dan atraktif lagi, agar peserta yang hadir akan lebih banyak.
Berdasarkan penuturan ketua acara D’Junction, Rizaldy Yuzuf, D’Junction yang cukup berhasil menyabet perhatian pesertanya ini rencananya akan dibuat sebagai acara tahunan milik Ukma Jurnalistik UB. Great! Sure we are waiting for that.:)
(CDASA)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete