1
Tidak Mampu Bukan Berarti Tak Sekolah
Dunia anak kecil adalah dunia yang menyenangkan, dunia yang penuh dengan permainan. Tawa, riang, gembira, selalu menghiasi raut wajah mungil setiap anak. Sesekali tangisan pun mengalir di pipi karena mereka jatuh atau pun bertengkar dengan rekan kecil lainnya.
Dunia yang penuh kebahagiaan ini salah satunya mereka dapatkan di Taman Kanak-Kanak (TK). Namun, apakah semua anak dapat merasakan kebahagiaan itu di TK? Seperti diketahui, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk menyekolahkan anak di TK, bahkan ada orang tua yang rela mengeluarkan uang hingga puluhan juta rupiah demi mendapatkan pendidikan kualitas tinggu untuk anak-anak mereka. Lalu, apakah semua orang tua mampu membayar sejumlah uang agar anak-anak mereka dapat belajar di TK? Tentu tidak.
Salah satunya Lala, anak yang terlahir dari keluarga kurang mampu. Sehari-hari ayahnya bekerja sebagai pendorong gerobak sampah, mengangkut sampah dari beberapa tempat untuk dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Penghasilannya tidak seberapa. Kondisi hidup keluarganya tidak cukup memungkinkan untuk Lala bersekolah di TK dengan biaya yang mahal.
Belum adanya program gratis mengenai biaya pendidikan di tingkat TK yang dicanangkan pemerintah membuat anak dari keluarga kurang mampu tidak dapat merasakan bangku Taman Kanak-Kanak. Kebanyakan yayasan mendirikan sekolah pendidikan anak usia dini untuk mendulang hasil.
Namun, kini telah dibangun sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu di Jakarta oleh relawan-relawan yang peduli terhadap kehidupan keluarga kurang mampu. Salah satunya adalah sekolah yang dibangun khusus untuk anak jalanan dan rakyat miskin. Lala dan anak-anak lain yang bernasib tidak jauh berbeda dengannya pun mengenyam pendidikan di sekolah tersebut, yaitu Sekolah Alternatif Anak Jalanan (SAAJA) di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
2
Sekolah Alternatif Anak Jalanan
Sekolah Alternatif Anak Jalanan (SAAJA) adalah Taman Kanak-Kanak (TK) yang dibangun oleh Yayasan Pemberdayaan Rakyat Miskin (PaRaM). Awalnya sekolah ini bernama Sekolah Rakyat Miskin dan berlokasi di perkampungan kumuh Pengarengan, Pedongkelan, Jakarta Timur. Dalam perkembangannya, sekolah ini kemudian didirikan di Pasar Minggu dan Kuningan, Jakarta Selatan. Di sekolah ini, guru-guru dan relawan berusaha menanamkan pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran. Guru-guru dan relawan juga berusaha memberi perlakuan istimewa dan perhatian kepada setiap anak agar mereka tumbuh menjadi anak yang spesial dan percaya diri.
SAAJA memiliki empat guru dan belasan relawan mahasiswa psikologi, mereka mengajari 60 siswa yang datang dari berbagai latar belakang keluarga kurang mampu. Empat guru tetap yang mengajar mendapatkan gaji setiap bulannya. SAAJA mendapatkan uang untuk menggaji tenaga pengajar dari donatur-donatur yang memberikan dana bantuan, sedangkan relawan tidak mendapatkan gaji karena mereka merasa ikhlas dan senang membantu anak-anak yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan.
Saat ini SAAJA memiliki dua kelas, yaitu kelas A dan B. Pembelajaran berlangsung setiap hari Senin s.d. Jumat. Untuk kelas A, pembelajaran dimulai pukul 10.00-12.00 WIB, sedangkan kelas B dimulai pukul 13.00-15.00 WIB.
3
Dia, Pahlawan Mereka
Sejak penggagas berdirinya Sekolah Alternatif Anak Jalanan, H. Ahmad Farid Faqih, meninggal tahun 2011 lalu, manajemen SAAJA diteruskan oleh istri almarhum, Ratih Farid. Ratih Farid berpandangan bahwa SAAJA harus dilanjutkan oleh kaum muda, dan terpilihlah Agus Supriyanto sebagai kepala sekolah SAAJA. Agus Supriyanto yang akrab disapa Ayah Agus ini selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anak SAAJA. Dalam kepengurusannya, ia selalu bercermin pada Alm. H. Ahmad Farid Faqih. Menurutnya, Alm. H. Ahmad Farid Faqih adalah sosok yang menginspirasi.
Itulah Ayah Agus, pahlawan anak-anak jalanan dan kurang mampu, pahlawan tanpa tanda jasa, yang memiliki perhatian luar biasa terhadap anak-anak, dan orang yang menginspirasinya.
Tim:
Ayu Nanda Maharani
Nursita Sari
Rizky Adhika
Sapta Agung Pratama
Komentar
Posting Komentar