Sebuah rumah dengan cat motif batik di kawasan Kampung Batik, Palbatu, Tebet, Jakarta Selatan |
Jakarta - Tidak hanya di Laweyan, Solo, Jawa Tengah, ternyata Kampung Batik juga ada di Jakarta. Kampung Batik ini berlokasi di daerah Palbatu, Tebet, Jakarta Selatan. Salah satu penggagas kampung batik, Ismoyo W Bimo, terinspirasi dari kampung batik yang ada di Solo. Bimo kemudian mengajak tiga orang teman lainnya yaitu Iwan Darmawan, Harry Domino, dan Safri untuk membuat Jakarta Batik Carnival pada 21 dan 22 mei 2011. Sejak saat itulah Kampung Batik berdiri sampai sekarang.
Meski demikian, awalnya ada beberapa warga yang tidak menyetujui Kampung Batik ini. Warga menganggap kampung ini akan membuat kebisingan dan limbah. Tetapi Bimo dan kawan-kawan menjelaskan bahwa hal ini tidak akan terjadi. Karena proses mencanting dilakukan di sanggar-sanggar dan pewarnaan di daerah Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Di Kampung Batik sudah ada dua sanggar yang menjadi tempat anak-anak belajar membatik, yaitu Cantingku dan Sanggar Setapak. Di dua sanggar itu anak-anak bisa belajar mengenai proses awal hingga proses pewarnaan sampai batik jadi.
Beberapa rumah di daerah Palbatu juga dicat dengan motif batik, dari 15 rukun tetangga (RT) yang ada, sudah 13 RT yang setuju dengan konsep Kampung Batik ini. Di setiap RT sudah ada sekitar 50-an rumah yang dicat dengan motif batik. Kemudian akan diteruskan di RT lainnya sampai semua rumah dicat dengan motif batik.
Hingga saat ini sudah ada 7 toko batik yang ada di sana, jadi Kampung Batik ini sudah bisa menjadi tempat wisata alternatif baru bagi warga Jakarta. Selain memberdayakan warga sekitar, Bimo dan kawan-kawan juga berusaha untuk melestarikan Batik. Palbatu sendiri dulunya adalah tempat persinggahan dari produksi Batik Betawi yang berlangsung antara Setiabudi-Karet-Semanggi-Benhil-Tanah Abang-Palmerah.
Bimo mengungkapkan harapannya tentang Kampung Batik ini agar warga mengerti mengapa batik harganya mahal. “Meski sulit membuatnya dan mahal, batik ini warisan nenek moyang ratusan tahun lalu, jadi kita harus lestarikan hingga seratus tahun kemudian," ujarnya.
Penulis: Verro
Penulis: Verro
Sumber: http://kisahanakkampung.wix.com/kisahanakkampung#!about1/c22da
Komentar
Posting Komentar