Langsung ke konten utama

Bayar Skripsi Tiap Semester, Berikut Alasan Darminto


Kebijakan baru yang ditetapkan Universitas Bakrie tentang pembayaran biaya skripsi atau tugas akhir bukan tanpa alasan. Pada Kamis (13/8) pagi, Wakil Rektor Bidang Non-Akademik, Darminto, menjelaskan alasannya kepada tim MeClub Online.

“Kita ingin mendorong agar mahasiswa juga bisa cepat menyelesaikan skripsi. Karena sekarang, kalau skripsi tidak selesai dalam satu semester, kan mesti bayar lagi, keluar biaya lagi. Jadi di mana-mana, di universitas lainnya, skripsi juga dihitung SKS (Satuan Kredit Semester) per semester. Jadi kalau dua tahun skripsi belum selesai, bayarnya empat kali,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Program MM-UI ini.

Tak hanya itu, terkait sistem pembayaran biaya pendidikan ini, Darminto pun membandingkannya dengan beberapa perguruan tinggi lainnya.

“Malah banyak di universitas lain yang sistemnya paket. Apakah dia ambil 20, atau 5, atau 2 SKS, tetapi dalam satu semester, besaran bayarannya tetap. Walaupun tinggal ambil skripsi doang, tetap saja bayarnya segitu karena sistemnya paket,” tambahnya, “kita sekarang tegaskan bahwa pembayaran skripsi itu berlaku layaknya SKS per semester. Di beberapa universitas juga begitu di mana-mana.”

Seperti diketahui, sistem paket berbeda dengan sistem SKS yang diterapkan di Universitas Bakrie. Dengan sistem paket, perguruan tinggi telah menetapkan mata kuliah apa saja yang harus diambil dalam setiap semester sehingga mahasiswa tidak bisa memilih mata kuliah yang ingin diambilnya di setiap semester.

Untuk biaya kuliah di perguruan tinggi yang menerapkan sistem paket, biaya pendidikan di setiap semester memiliki jumlah yang sama, tidak seperti di Universitas Bakrie yang biaya pendidikan setiap semesternya selalu berbeda, sesuai jumlah SKS yang diambil.

“Bayarnya tiap semester jumlahnya selalu sama, mau banyak atau dikit SKS-nya juga,” ujar mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Presiden, Yanri Nur Jannah. Universitas Presiden adalah salah satu perguruan tinggi swasta yang menerapkan sistem paket dengan 10 semester dalam pendidikan S-1.

Sama halnya dengan Universitas Presiden, Universitas Indonesia (UI) pun menerapkan sistem paket dalam pendidikan S-1. Sedangkan untuk biaya pendidikan, karena statusnya sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), UI mengimplementasikan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT), sesuai Permendiknas No. 55 Tahun 2013.

BKT merupakan dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah. Sedangkan UKT merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung oleh mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonomi orang tuanya. Dilansir news.okezone.com, indikator utama yang menjadikan perbedaan jumlah UKT yang harus dibayar setiap mahasiswa per semester didasarkan pada jurusan yang dipilih, penghasilan orang tua, dan jumlah keluarga berdasarkan Kartu Keluarga (KK).

“Pokoknya sistem bayaran semester itu ya udah segitu dari awal sampe akhir, nggak dihitung per SKS,” ujar Devi Puri, mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan UI.

“Jadi kan paket empat tahun, ketika dia di semester delapan dan masih belum selesai skripsinya, berarti dia nggak lulus dong. Nah ketika dia gak lulus, dia bayar semester (sembilan). Pokoknya intinya itu bayar per semester,” tambah mahasiswa kelahiran Juli 1995 ini.

Dengan demikian, sistem pembayaran biaya skripsi di UI pun tidak berdasarkan SKS skripsi tersebut. Mahasiswa diperbolehkan mulai mengerjakan skripsi di semester tujuh, namun jika hingga memasuki semester dua belas (batas maksimal studi), skripsi tersebut belum selesai, mahasiswa tetap harus membayar biaya kuliah per semester sesuai UKT, meskipun ia hanya mengerjakan skripsi dan tidak mengambil mata kuliah lainnya.

Penulis: Nursita Sari
Pewawancara: Sapta Agung Pratama, Nursita Sari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete