Langsung ke konten utama

Asal Usul Kue Keranjang

Ilustrasi oleh Nabilla R
Selamat Tahun Baru Imlek bagi yang merayakan! Karena sekarang adalah momen Imlek, ada baiknya kita membahas salah satu makanan yang hanya ada pada saat Imlek saja. Wah, apa tuh? Apa lagi kalau bukan kue keranjang!

Kue yang mirip seperti dodol atau jenang ini merupakan makanan khas yang merupakan bentuk dari tradisi yang sudah dilakukan turun-menurun untuk sesaji sembahyang kepada leluhur.

Kue keranjang ternyata memiliki nama asli loh yakni "Nian Go" atau "Ni-Kwe" yang disebut juga sebagai kue tahunan karena dibuat hanya setahun sekali. Selanjutnya dari bahasa Hokkian menurut Tan Joe Lie atau Ali yang dikutip dari Kompas.com, kue keranjang disebut "Ti-Kwe" atau kue manis yang melambangkan "semoga tahun yang baru bisa berawal dengan manis bagi semua orang."

Kue yang muncul sejak abad 1-6 sebelum Masehi di Indonesia ini juga mempunyai beberapa mitos tentang asal-usulnya. Menurut Jongkie Tio seorang pengamat kota Semarang, seperti yang dikutip dari Phinemo.com, ada dua versi dalam cerita asal-usul kue ini.

Pertama adalah tentang raksasa jahat bernama Nian dan seorang pemuda bernama Gao. Raksasa ini, disebutkan sering sekali mengganggu bahkan memakan manusia. Pemuda baik bernama Gao lalu memberi perintah pada warga untuk membuat kue yang manis dan lengket untuk mengecoh Nian.

Yang kedua tentang cerita pasangan suami istri yang sama-sama berjualan. Tetapi, keberuntungan hanya berpihak pada sang istri. Sang suami yang murka dan iri pada sang istri akhirnya menceraikan istrinya.

Akhirnya setelah berapa lama, sang istri membuka dapur umum. Sang suami yang sudah bangkrut dan menjadi pengemis ikut datang dan mengantri. Karena melihat mantan suaminya, sang istri memberikan barang-barang milik suaminya dulu. Sang suami yang akhirnya sadar kalau orang itu adalah istrinya yang dulu ia tinggalkan akhirnya bersedih dan bunuh diri di dapur.

Cerita ini menjadi awal mula terbentuknya legenda tentang Dewa Dapur. Orang-orang memberikan kue keranjang sebagai sesaji untuk persembahan pada Dewa Dapur agar melaporkan hal-hal baik dan manis saja pada dewa.




Penulis: Julia Chatriana
Editor: Nabilla Ramadhian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete