Langsung ke konten utama

KUMIS: Menguak Misteri Papan Pemanggil Arwah

Grafik oleh Nabilla Ramadhian

Credit: google.com

Buat kalian yang suka dengan cerita seram pasti familiar dengan papan pemanggil arwah ini. Permainan ini cukup mirip dengan permainan "jailangkung" karena sama-sama dijadikan medium untuk berhubungan dengan orang yang sudah meninggal.

Namanya adalah Papan Ouija. Papan Ouija pertama kali ditemukan di China sekitar 1200 SM, tetapi menurut ahli sejarah Prancis, pada tahun 540 SM Phyitagoras telah melakukan ritual pemanggil arwah menggunakan meja mistis yang bergerak dengan roda dan mendekati simbol tertentu tetapi teori ini menimbulkan banyak pertentangan sehingga kebenarannya diragukan.

Tidak hanya itu, muncul banyak metode-metode lain yang menjadi awal mula dari Papan Ouija ini salah satunya adalah planchette. Metode ini menggunakan sebuah penunjuk yang disebut planchette dengan pensil yang diletakan pada planchette dan mulai melakukan apa yang disebut sebagai automatic writing.

Pada akhir tahun 1800, planchette mulai dipatenkan dan dipopulerkan oleh Elijah Bonds dan Charles Kennard. Planchette dijual bersama dengan papan yang bercetakan alfaabet. Paten yang diajukan pada tanggal 28 Mei 1890 ini adalah awal lahirnya dari Papan Ouija.

Papan Ouija sangat banyak digunakan oleh orang-orang, terutama para remaja. Permainan ini biasanya dimainkan selama acara menginap bersama untuk mendapatkan satu atau dua hal menyeramkan. Namun, ada banyak orang yang mengaku menggunakan papan ini setiap hari untuk berhubungan dengan roh-roh penasaran.

Pihak agama memandangnya sebagai permainan yang sangat beresiko dan berbahaya. Tetapi masih banyak segelintir orang dalam masyarakat yang sangat terlarut dalam permainan tersebut, bahkan sampai mempersalahkan Ouija untuk beberapa tindak pidana. Seperti dikutip dari Liputan6, yang terjadi seperti berikut ini:


1. Diperintah Setan

Pada 2007, seorang pria bernama Joshua Tucker membunuh seorang teman bernama Donald dan ibu serta saudara perempuan temannya tersebut. Namun demikian, ibunya menganggap putranya sebagai seorang korban, bukan pelaku.

Menurut ibunya, sebelum membunuh Elizabeth Schalchin (13) dan Ellen Schalchlin (41), Tucker memainkan Ouija selama 45 menit. Ia dan Donald menjadi teman karena sama-sama tertarik dengan satanisme, yaitu pemujaan setan. Papan permainan Ouija itu sendiri baru dibeli Donald sehari sebelum kejadian.

Pada hari kejadian pembunuhan, mereka mempertanyakan keinginan menjadi pembunuh berantai. Sambil bermain, mereka juga menenggak akohol dan sirup obat batuk. Ketika bertanya tentang korban pertama pembunuhan mereka, jawabannya adalah "ibu".

Donald memang tidak ikut serta dalam pembunuhan tapi ia membantu membersihkan tempat kejadian. Ibunya bahkan sempat menekan nomor bantuan darurat 911 saat sedang diserang.


2. Remaja Pemuja Setan

Pada 1987, dua orang remaja perempuan yang tampak lugu, Bunny Dixon (16) dan Elizabeth Towne (18) diberi tumpangan di Orlando oleh seorang mahasiswa pertukaran pelajar dari Vietnam bernama Ngoc Van Dang.

Tapi, ketika mobil berhenti, para kekasih mereka keluar dari persembunyian di semak-semak dan menodongkan senjata. Mahasiswa itu dirampok dan dipaksa masuk dalam bagasi mobil, lalu dibawa ke kawasan sunyi.

Di sana, mahasiswa itu diukirkan salib terbalik di dadanya dan dibunuh sebagai sesajian kepada setan. Para remaja itu ketahuan dan diringkus beberapa hari kemudian.

Mereka menjelaskan kepada polisi bahwa semua itu adalah kemauan "seorang anak berusia 10 tahun bernama David" yang menghubungi mereka melalui Papan Ouija.

Mereka mengaku diperintahkan unutk mencuri mobil, merampok seseorang dan pergi meninggalkan Florida untuk ikut karnaval di Virginia. Sangat menyeramkan, ya? Masih mau bermain-main dengan papan yang satu ini? Salam Kumis!



Penulis: Indira Nurhaliza
Editor: Nabilla Ramadhian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete