Langsung ke konten utama

TUTI: K-Pop Bukan Sembarang K-Pop

Foto oleh Savira Gian (via screen capture)


Seiring perkembangan zaman, masuknya budaya sekarang ini tidak hanya didominasi oleh budaya barat saja. Korea Selatan kini mulai bertindak sebagai pengekspor budaya pop melalui tayangan hiburan, seperti musik, pakaian, film, drama dan makanan. Korea Selatan pun menjadi saingan berat bagi budaya barat.

Saat ini, sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia terutama remaja yang tinggal di kota besar pasti sudah tak asing lagi mendengar istilah “K-pop”.  Banyak sekali remaja yang menyukai dunia hiburan Korea Selatan seperti musik, drama, film, reality show dan banyak lagi yang sekarang sedang hits di Indonesia.

K-pop sendiri adalah singkatan dari Korea Selatann Pop yang berarti musik populer dari Korea Selatan Selatan sedangkan K-popers adalah sebutan untung penggemar K-pop.

Demam Korea Selatan atau yang dikenal sebagai “Hallyu” di Indonesia telah menjangkiti kalangan anak muda selama kurang lebih sepuluh tahun. Budaya modern Korea Selatan atau K-pop terlihat begitu mencolok dibanding budaya modern lainnya.

Banyak remaja begitu menyukai K-pop bahkan menggilai K-pop dengan berbagai macam alasan. Siapa yang tidak mengenal Super Junior, SNSD, Big Bang, Wonder girls, 2NE1 SHINee dan artis lainnya? Atau berbagai drama seperti Endless Love, Full House, Boys Before Flowers dan 49 Days.



RASA SUKA YANG MENJADI KEBERUNTUNGAN

Pernah pergi liburan ke Korea Selatan ketika SMA membuat pandangan Mujiana, atau yang akrab dipanggil Puput, terhadap negeri gingseng itu semakin takjub. Bermain-main ke daerah Hanyang, Itaewon, Hongdae, dan Gangnam membuatnya kagum akan keindahan negeri itu.

Ternyata apa yang selama ini ia ketahui tentang Korea Selatan sebelumnya benar-benar sama ketika ia menginjakkan kakinya disana.

Sempat berkunjung ke gedung SM Entertainment di daerah Cheongdam-dong membuatnya terpukau perusahaan tersebut adalah rumah bagi artis-artis ternama yang dikenal hampir seluruh penjuru dunia. Super Junior, TVXQ, Girls Generation, Shinee, dan masih banyak lagi merupakan artis-artis yang dinaungi oleh SM.

Menjadi penggemar mereka membuat Puput berharap bisa menjadi artis besar seperti mereka suatu saat nanti. Dan itulah salah satu hal kecil yang membuat dirinya bangga menyebut dirinya “K-popers”.

Setelah menikmati liburan saat SMA ia diberi kesempatan kembali untuk pergi ke Korea Selatan untuk kedua kalinya. Ia memenangkan lomba yang diadakan Korea Selatan Creative Content Agency (KOCCA) sebagai grup penyanyi bernama “Naramoo” dan keluar sebagai juara satu dari Indonesia yang mendapat kesempatan untuk melanjutkan lomba di Korea Selatan.

Walaupun kalah dari grup penari dan hanya sampai semifinal di Itaewon, ia tidak merasa sedih karena pengalaman yang didapatkannya begitu luar biasa.



RASA PUAS MENJADI PENIKMAT DUNIA ENTERTAINMENT KOREA SELATAN

Sempat melakukan percakapan mengapa Puput lebih menyukai dunia entertainment Korea Selatan, inilah penjelasannya.

“Untuk dari musik sendiri (mereka) easy listening, memiliki genre yang bermacam-macam dan kemampuan artis-artisnya luar biasa. Terutama untuk boyband dan girlband karena bisa stabil ketika bernanyi walaupun sambil menari,” ujarnya.

Dikutip dari buku “Get Ready? This Is K-pop”, penulis buku ini mengungkapkan kekagumannya terhadap musik K-pop. K-pop bagi si penulis adalah fenomena musik yang menggugah rasa keingintahuan untuk tahu lebih dalam.

Setelah mendegarkan musik K-pop selama hampir 10 tahun, memori tentang lagu Korea Selatan kuat diingatan si penulis. Terdapat juga penjelasan kalau K-pop lebih luas dari apa yang mayoritas orang tahu secara umum.

Banyak hal yang dapat dieksplor dari K-pop sehingga pada akhirnya kita akan mengerti kalau K-pop bukan hanya berakhir di kata “menyenangkan atau memiliki wajah yang tampan dan cantik” tapi kita bisa merasakan inspirasi dari karya-karya K-pop itu sendiri.

Dalam sebuah artikel dari Kompasiana yang berjudul “K-POP digandrungi Remaja Masa Kini”, remaja-remaja saat ini telah terhipnotis aliran musik K-pop. Awal mula dari ketertarikan para remaja pada musik K-pop sebenarnya diawali terlebih dahulu dengan adanya Korea Selatann drama (K-drama).

Lalu lama-kelamaan berkembanglah “Korea Selatann Wave” di Indonesia yang ditandai dengan musik K-pop tersebut. Ketertarikan mereka pada musik K-pop diawali dengan soundtrack drama tersebut.

Para remaja bukan hanya menyukai musik K-pop dari segi suara atau pun musiknya, tetapi mereka juga menyukai penyanyinya dan bisa dibilang mereka lebih menyukai penampilan si penyanyi tersebut. Adanya musik K-pop agaknya menggeser minat remaja Indonesia pada perindustrian musik di tanah air.

Hal tersebut ditandai dengan minat yang tinggi pada konser K-pop yang tiketnya bisa habis hanya dalam hitungan menit walau harganya tidak murah. Bahkan tiket boygroup “BTS” bisa habis hanya dalam waktu kurang dari satu jam walau harganya mahal.

Selain musik yang menjadi daya tarik utama, ternyata ada film, drama dan variety show yang membuat para remaja semakin menyukai dunia entertainmen di Korea Selatan.

“Film atau drama di Korea Selatan, menurut gue lebih baik karena pertama, memiliki banyak variasi genre. Kedua, ceritanya tidak mudah ditebak. Ketiga, konsisten dalam alur cerita, episode dan penayangan. Alur ceritanya gak bakal berubah dari awal sampai akhir,” ujar Puput.

Ia juga memberikan sedikit pendapatnya tentang film dan sinetron di Indonesia.

“Film sih jarang nonton. Sebenarnya banyak film bagus tentang tokoh masyarakat atau kehidupan tapi peminat remajanya jarang. Kata beberapa teman gue yang pernah nonton film romantis di bioskop rata-rata kecewa soalnya kayak sudah ketebak akhirnya,” ujarnya.

Sementara untuk sinetron, Puput mengatakan bahwa sinetron Indonesia memiliki episode yang terlalu banyak dengan alur yang “muter-muter”. Ia juga berkata bahwa konflik yang diangkat disinetron Indonesia selalu sama.



POSITIF DAN NEGATIF

Ketika menggemari sesuatu tentu ada efek positif dan negatif untuk seseorang, begitupun menggemari dunia entertainmen Korea Selatan.

Untuk efek positif sendiri, Puput berkata ia merasakan solidaritas yang tinggi, mendapatkan banyak teman, dan mendapatkan banyak koneksi yang bisa dijadikan acuan ketika sedang mencari artis, lagu, dan drama.

Setelah melakukan beberapa penelusuran dibeberapa grup dan bertanya kepada para penggemar tentang efek positif, saya mendapatkan jawaban yang sama.

Sedangkan efek negatif, saya mendapatkan respon yang serupa. Diantaranya yakni rela menghambur-hamburkan uang hanya untuk barang berbau K-pop dan tiket konser, lupa waktu untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan rumahnya, dan terkadang lebih menyukai budaya Korea Selatan daripada budaya sendiri.



Penulis: Savira Gian
Editor: Nabilla Ramadhian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete