Langsung ke konten utama

TUTI: Penari Jalanan


Foto oleh Fienca Amelia Putri

Penari jaranan kepang atau tari pecutan yang berasal dari Jawa Tengah ini bukan terlihat di sebuah panggung besar atau acara besar. Mereka malah terlihat di lampu merah perempatan Kandangroda Cibinong, Bogor.

Karena  sepinya panggilan untuk tampil di acara, mereka menari di lampu merah untuk menghidupi kehidupannya sehari hari. Pakde Roni dari Jawa Tengah yang berusia 60 tahun ini merupakan penggagas pengamen penari lampu merah.

Sejak 20 tahun yang lalu, Pakde Roni telah berkelana ke berbagai kota mulai dari Solo, Cianjur, Bandung, Bekasi, Jakarta hingga sekarang berujung di Bogor. Disetiap perjalanannya, Pakde mengajak atau merekrut orang untuk bergabung dengannya untuk menari.

Salah satunya adalah Dede, laki-laki berusia 25 tahun yang Pakde ajak ketika berada di Bekasi. Dede yang awalnya hanya pengamen jalanan, sekarang menjadi seniman tari yang sering dipanggil untuk mengisi acara ulang tahun kota Bekasi tahun lalu.

Pakde Roni sekarang telah memiliki 15 penari dari bebagai daerah. Mereka menerima ajakan Pakde karena mereka merasa telah bosan di kampung dan peluang pekerjaan di kampung itu masih minim. 

Mereka pun mengatakan merasa sudah seperti keluarga sendiri karena Pakde merupakan sosok yang baik, jenaka dan bertanggung jawab atas mereka.

Mereka menari setiap hari Selasa sampai Minggu kecuali hari Senin karena mereka libur untuk beristirahat. Terkadang, mereka mendapat panggilan menari untuk mengisi sebuah acara.

Tidak hanya di lampu merah Kandangroda saja, mereka juga menari di lampu merah Pemda Cibinong, lampu merah Pangrango, dan lampu merah depan Mall Ekalokasari.

Suka duka dan manis asam menjadi pengamen penari jalanan memang banyak. Awalnya, jumlah para penari ada 34 orang beserta pemain gamelan. Namun sekarang sudah menyusut menjadi 15 orang karena beberapa memutuskan untuk bekerja di kampung daripada di jalanan.

Penghasilan yang tak menentu membuat sebagian penari lebih memilih untuk "gantung baju". Para pemain gamelan pun ikut "menggantung" gamelan karena mereka merasa sudah tidak ada harapan lagi apabila mereka masih mengamen.

Uang hasil mengamen mereka kumpulkan untuk dibagi secara rata kepada masing-masing penari. Walaupun pemain musik gamelan sudah tidak ada, mereka tidak putus asa dan tetap mencari jalan agar tetap bisa menari.

Kini, mereka memakai speaker kecil untuk mengiringi tarian mereka.



Penulis: Fienca Amelia Putri
Editor: Nabilla Ramadhian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete