Langsung ke konten utama

Larang Mahasiswanya Kenakan Almet Saat Unjuk Rasa, Edaran Senat UB Tuai Pro Kontra


Sumber foto: Thearyaten

Jakarta, 25 September 2019 – Senat Universitas Bakrie mengumumkan pelarangan bagi mahasiswa/i Universitas Bakrie untuk melakukan aksi demo di DPR kemarin dengan mengenakan almamater kampus. Hal ini disampaikan dalam unggahan Instagram @senatub yang diunggah pada Senin, (23/9).

Sumber: Intagram.com/senatub

“Diberitahukan kepada seluruh Mahasiswa Universitas Bakrie bahwa Jas Almamater tidak boleh digunakan untuk kegiatan demonstrasi di gedung DPR RI pada tanggal 24 September 2019 sebagaimana yang tertera pada SOP Penggunaan Jas Almamater pada Pasal 10 poin A. Pihak Kampus Universitas Bakrie memberikan sanksi berupa pengeluaran (DROP OUT). Maka dari itu, jika tetap ingin tetap berpartisipasi turunlah atas nama rakyat dan mahasiswa tanpa membawa/mengenakan atribut identitas Universitas Bakrie.” bunyi siaran pers/press release Senat Universitas Bakrie.

Sumber: Intagram.com/senatub

Jika dilihat dari penjelasan yang ada di slide ke-2 gambar dalam unggahan tersebut, larangan ini didasari peraturan kampus pada Pasal 10 yang berisi hal-hal yang dilarang membawa/mengenakan atribut identitas Universitas (almamater).
Kegiatan yang dilarang dalam pasal tersebut antara lain:
1.     Kegiatan demonstrasi atau unjuk rasa;
2.     Kegiatan yang bersifat anarkis;
3.     Kegiatan yang menyinggung SARA;
4.     Kegiatan yang bersifat kriminal;
5.     Kegiatan yang bersifat asusila;
6.     Tindakan lain yang mencoreng nama almamater.

Pelarangan ini menuai reaksi kontra dari para mahasiswa yang menganggap bahwa Universitas Bakrie mematikan rasa demokrasi mahasiswa/i. Namun, sebagai sebuah organisasi yang berada di bawah naungan Universitas, Senat UB tidak bisa melanggar apa yang sudah tertulis dalam peraturan.

Salah satu Staff Komisi III Senat Mahasiswa UB, Aina Rahma dalam sebuah obrolan grup menyatakan, “Senat sudah koordinasi ke pihak kampus, tapi dari kampus tetap nggak bolehin bawa identitas kampus untuk turun ke jalan, karna memang ada aturan tertulisnya jauh sebelum demo-demo ini terjadi,”

Adella Fitri, Wakil Ketua BEM UB juga mengatakan hal yang senada dengan Aina, bahwa organisasi yang mewakili mahasiswa—BEM dan Senat—sudah berusaha untuk melakukan negosiasi dalam menyampaikan aspirasi mahasiswa/i yang ingin berpartisipasi dalam aksi demokrasi ini. Namun menurut Adella, aturan tetaplah aturan. Mahasiswa, bahkan ORMAWA tidak bisa semudah itu untuk mengubah apa yang sudah tertulis meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan mahasiswa.

Adella juga mengatakan jika rekan-rekan mahasiswa tetap bisa turun ke DPR, menyampaikan aspirasi, asalkan tidak memakai nama Universitas. Keduanya hanya ingin semua mahasiswa/i tidak terkena sanksi yang bisa saja dilayangkan oleh pihak kampus.

Menanggapi unggahan Senat UB yang mendadak viral di Instagram, banyak mahasiswa/I dari dalam maupun luar kampus yang merasa kebijakan di Pasal 10 sangat tidak relevan. Mengingat, banyak kampus lain yang justru mendukung aksi mahasiswanya dalam mengutarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah dengan atribut kampusnya.
Beberapa netizen menyindir di kolom komentar yang mengatakan kalau almamater Universitas Bakrie hanya ‘pajangan’ yang bisa tampil di acara-acara TV Nasional saja sebagai penonton bayaran.

Sumber: Intagram.com/senatub

Unggahan Senat UB berhasil mencuri perhatian banyak orang dengan lebih dari 800 komentar sejak hari pertama siaran pers diunggah. Selain ungkapan ‘pajangan’, banyak juga mahasiswa dari Universitas lain yang mampir hanya untuk mengatakan rasa kecewa melihat peraturan yang ada di Pasal 10. Universitas Bakrie justru dianggap tidak mendukung rasa nasionalisme mahasiswanya dan terlalu ‘cemen’ untuk berurusan dengan ‘pemerintah’.

Meski mendapat larangan, ternyata mahasiswa/I cukup berani melawan aturan tertulis pihak kampus dengan tetap turun ke jalan melakukan aksi di gedung DPR mengenakan atribut kampus (almamater).

Sebagai mahasiswa/i Universitas Bakrie, apa tanggapan kalian tentang kebijakan tersebut? Haruskah pihak kampus mengubah Pasal 10 atau tidak? Yuk tulis di kolom komentar!


Penulis: Arinda Dediana
Editor: Meidiana Aprilliani

Komentar

  1. Mungkin akan terlihat dan terasa lebih fair apabila diadakan musyawarah antara KM-UB dg pihak kampus utk mengkaji pasal-pasal tsb. Semoga teman-teman di ormawa bs segera merealisasikannya. Anw, tulisannya bagus! Appreciate:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. inii yang ditunggu tungguu dr semenjak saya masuk bakrie

      Hapus
  2. "Anarkis" yang dimaksud pasal 10 pasti perbuatan merusak. Perbuatan merusak yang dimaksud itu vandalis bukan anarkis. Meclub jangan sama kayak media lain dong mewakilkan kata "Anarkis" sebagai bentuk kekerasan. Walaupun itu emang isi pasalnya cuman udah seharusnya membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Baca lagi tentang anarkis. Krusial sihhh... Receh tapi penting 🤣🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk komentarnya. Saya sebagai penulis hanya mengutip isi pasal dan tidak menuliskan opini sama sekali dalam pasal tersebut. Silahkan dibaca baik-baik, yang penulis sebutkan hanya ISI PASAL 10 yang sudah tertulis di akun SENAT UB. Sebagai seorang pembuat berita, kami tidak punya kapasitas untuk mengubah isi kutipan yang disampaikan/tertera dari sumber asli.

      - Arinda Dediana, Penulis MeClub Online

      Hapus
  3. "Anarkis" yang dimaksud pasal 10 pasti perbuatan merusak. Perbuatan merusak yang dimaksud itu vandalis bukan anarkis. Meclub jangan sama kayak media lain dong mewakilkan kata "Anarkis" sebagai bentuk kekerasan. Walaupun itu emang isi pasalnya cuman udah seharusnya membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Baca lagi tentang anarkis. Krusial sihhh... Receh tapi penting 🤣🤣🤣

    BalasHapus
  4. Sama seperti kampus saya walau tidak di tulis di dalam peraturan namun setiap ada demontrasi akan di katakan oleh kampus untuk tidak turun kejalan mengunakan peralatan yang bernuansa kampus(almamater)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete