Doc : Pikiran Rakyat |
Sebenarnya, apa itu omnibus law itu? Mari kita telaah terlebih dahulu…
Konsep omnibus law yang dikemukakan Presiden
Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi. Pada
Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja
dan Perpajakan. Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan
dalam omnibus law RUU Cipta Kerja, yaitu:
1.
Penyederhanaan
perizinan tanah
2.
Persyaratan
investasi
3.
Ketenagakerjaan
4.
Kemudahan
dan perlindungan UMKM
5.
Kemudahan
berusaha
6.
Dukungan
riset dan inovasi
7.
Administrasi
pemerintahan
8.
Pengenaan
sanksi
9.
Pengendalian
lahan
10.
Kemudahan
proyek pemerintah
11.
Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK)
Sementara itu, UU Cipta Kerja, yang baru saja
disahkan, terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur berbagai hal,
mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Lalu, apa yang menjadikan undang-undang ini
penuh kontroversial?
Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) menemukan
adanya delapan poin dalam Bab Ketenagakerjaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja
yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak buruh. Berikut pasal dalam UU
Ketenagakerjaan yang disorot masyarakat dan tentunya juga para buruh dan
pekerja karena diubah dalam UU Cipta Kerja :
1.
PASAL
59
UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai
jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Pasal
81 angka 15 UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi
pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
2.
PASAL
79
Hak pekerja yang sebelumnya memndapatkan
libur dua hari dalam sepekan dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas. Ketentuan ini diatur
dalam Pasal 81 angka 23 UU Cipta Kerja
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) UU Cipta Kerja
mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam
hari kerja dalam satu pekan. Selain itu, Pasal 79 UU Cipta Kerja juga menghapus
kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang
telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa
kerja enam tahun. Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan
paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan
secara terus-menerus.
3.
PASAL
88
UU Cipta Kerja juga mengubah kebijakan terkait pengupahan
pekerja. Ketentuan ini diatur dalam pasal 81 angka 24 UU Cipta Kerja yang
mengubah Pasal 88 UU Ketenagakerjaan
Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam
Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan
yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan. Tujuh kebijakan itu, yakni
upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk
kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan
cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah
sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya. Beberapa
kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut,
antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk
pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Selain kebijakan pasal-pasal yang diubah, UU
Cipta Kerja juga menghapus pasal-pasal dari UU Ketenagakerjaan, yakni :
1.
PASAL
91 UU KETENAGAKERJAAN
Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur
pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan
pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
PASAL
106 UU KETENAGAKERJAAN
Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya,
menghina secara kasar, atau mengancam.
Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika
perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut
atau lebih. Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan
mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan
uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156. Namun, Pasal 169 ayat
(3) menyebutkan, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti
yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hak
tersebut tidak akan didapatkan pekerja. Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam
UU Cipta Kerja
Undang-undang Cipta kerja ini juga menjadi
kontoversial akibat terjadinya ketegangan saat rapat paripurna antara
perwakilan partai partai yang hadir, pasalnya ada 2 partai yang tidak
menyetunjui UU Cipta Kerja ini, yaitu Partai Demokrat dan Partai PKS.
Kemudian, buntut dari disahkannya UU Cipta
Kerja ini membuat banyak pihak melakukan penolakam melalui aksi yang berakhir
ricuh. Salah satunya terjadi di Bandung, Jawa Barat. Namun, kata Kapolrestabes
Bandung Kombes Ulung Sampurna Jaya, demonstran yang membuat kerusuhan bukan
dari kelompok buruh dan mahasiswa
Namun meski begitu, para buruh pun menyuarakan aksi mereka dengan membuat aksi
mogok nasional yang diketahui telah dimulai sejak 6 Oktober 2020 lalu.
"Setelah kemarin ratusan ribu bahkan hampir satu juta buruh keluar dari
pabrik-pabrik untuk mengikuti mogok nasional, hari ini kami akan melanjutkan
pemogokan tersebut," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI), Said Iqbal dalam keterangannya, Rabu 7 Oktober 2020.
Dari data KSPI, aksi mogok nasional kemarin
dilakukan di berbagai daerah industri. Antara lain, Serang, Cilegon, Tangerang,
Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Cianjur, Bandung,
Semarang, Surabaya, Pasuruan, Gresik, Mojokerto, Lampung, Medan, Deli Serdang,
Batam, Banda Aceh, Banjarmasin, Gorontalo, dan lainnya.
Komentar
Posting Komentar