Memperingati Hari Toleransi Internasional, Karyawan dapat Menciptakan Lingkungan Kerja Anti Bullying
Sumber : CNN Indonesia ( iStockphoto/Chinnapong) |
Jakarta – Dalam memperingati Hari Toleransi
Internasional (International Day for Tolerance), toleransi jadi konsep yang
erat dengan keberagaman. Dalam Deklarasi Prinsip-prinsip Toleransi UNESCO pada
1995, disebutkan 'Toleransi’ adalah rasa hormat, penerimaan, dan penghargaan
atas keberagaman budaya dunia kita yang kata, bentuk ekspresi dan cara kita
menjadi manusia.
Melansir dari laman UNESCO, deklarasi
berlangsung 16 November 1995 dan diikuti oleh negara-negara anggota UNESCO.
Pada 1995 pula menandai Tahun Toleransi Perserikatan Bangsa-Bangsa sekaligus
peringatan 125 tahun kelahiran Mahatma Gandhi. Pada 1996, Majelis Umum PBB
mengadopsi resolusi 51/95 yang menyatakan 16 November sebagai Hari Toleransi
Internasional.
Gerakan toleransi harus diupayakan
dalam berbagai situasi, termasuk di lingkungan kerja. Perundungan atau bullying
masih jadi tantangan nyata dalam upaya mewujudkan toleransi di lingkungan
kerja. Hanya saja, ada banyak perkataan atau perbuatan yang dilakukan hanya sekadar
candaan, bukan bullying.
"Bully memang beda. Ini perilaku
secara sengaja dan berulang, misal setiap hari selama hampir 6 bulan, untuk
mengintimidasi, menjatuhkan. Berikutnya, juga ada ketidakseimbangan kekuasaan,
salah satu superior, lainnya inferior," kata Psikolog Pingkan Cynthia
Belinda Rumondor dalam webinar bersama Unilever.
Sedangkan candaan, kedua belah pihak
sama-sama menikmati, tidak ada yang tersinggung karena bisa melihat sisi
lucunya.
Bullying bisa membawa dampak luar
biasa baik pada individu yang dirundung maupun perusahaan. Pingkan menyebut
selain kesehatan mental bermasalah, seorang korban bullying bisa mengalami
masalah kesehatan secara fisik, produktivitas menurun, klaim-klaim untuk
kompensasi kondisi kesehatan begitu banyak, juga mempengaruhi loyalitas
karyawan terhadap perusahaan.
Menerapkan budaya anti bullying atau budaya toleransi memang bukan hal mudah. Pingkan menyebut ada aneka tantangan antara lain:
1. Gaya kepemimpinan otoriter atau terbuka? 2. Iklim kerja, jika iklim kerja kurang efektif, kerja besar dan rentan stres mewujudkan anti bullying makin menantang. 3. Batasan dari individu, di Indonesia lekat dengan budaya kolektif dengan salah satu cirinya individu yang mengupayakan keharmonisan tanpa konflik maupun konfrontasi. 4. Senioritas, ada anggapan yang usianya lebih tua atau yang masuk perusahaan lebih dulu memiliki strata lebih tinggi dari mereka yang baru masuk dan harus dihormati. Padahal sikap hormat juga perlu ditujukan pada karyawan yang muda.
Perlu ada gerakan bersama dan sistematis untuk melawan bullying. Perusahaan perlu memiliki sistem untuk menangani bullying ditambah individu yang punya kesadaran akan batasan diri.
"Sebagai individu perlu ada
batasan personal. Komunikasikan keberatan kita saat itu atau saat sudah tenang.
Anda bisa mengkomunikasikan pada HR atau atasan kita. Bangun relasi dengan
atasan tapi bukan atasan langsung dan masih satu garis dengan atasan sendiri
sehingga ada yang diajak bicara terlebih jika yang bullying ini atasan
sendiri," kata Psikolog Pingkan Cynthia Belinda Rumondor dalam webinar
bersama Unilever.
Komentar
Posting Komentar