Langsung ke konten utama

Mata Batin




Doc: google

Hari itu, aku ingin pergi ke rumah Saka sepulang sekolah. Untung saja rumahnya tidak jauh dari rumahku, karena kami satu kompleks. Jadi, aku tidak perlu khawatir jika aku pergi ke sana sendirian.

Ah iya, niatku pergi ke rumahnya itu karena aku mau menemaninya bermain. Sebelum aku kemari pun, Mamahku sempat bilang kalau orang tuanya masih di luar kota. Maka dari itu, mamah menyuruhku untuk menemaninya sebentar agar dia merasa tidak kesepian.

Namun, bukannya senang ketika diriku datang, dia malah menatapku datar.

“Kamarku lagi ramai,” Ucapnya padaku.

“Oh, terus?” Balasku seraya berjalan masuk ke dalam, namun ditahan olehnya.

“Kamu yakin mau masuk?” Tanyanya mencoba membuatku ragu. Sayangnya, aku tidak peduli dengan pertanyaannya itu.

“Yakin lah. Lagipula aku nggak bisa melihat mereka, Jawabku dan langsung bergegas ke dalam, melewatinya yang berdiri di depan pintu, lalu pergi ke kamarnya yang katanya sedang ramai.

Mereka yang dimaksud ini adalah makhluk-makhluk tak kasat mata atau makhluk halus, yang mana hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihat mereka. Salah satu orang tertentu ini adalah temanku, Arsaka.

“Jangan duduk di situ!!” Serunya ketika diriku sudah setengah duduk, hampir menyentuh kasur. Aku pun kembali berdiri tegak. “Kenapa? Ada temanmu di sini?”

Saka pun mengangguk. “Dua orang. Satu lagi duduk, satunya lagi tiduran di atas kasur.”

Buru-buru aku menghindar dari tempat tidur Saka sambil berkata, “E-eh, maaf yaa temannya Saka. Aku nggak tau kalau kalian duduk di situ, hehehe... aku kan nggak bisa lihat kalian,” Ucapku sambil menekankan pada akhir kalimat sambil menatap Saka yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

Sudah lama aku memintanya untuk membukakan mata batinku kepadanya. Namun, dia selalu menolak bahkan mengabaikan permintaanku itu. Padahal, alasanku ingin membukanya agar aku bisa ikut bermain dengan Saka dan teman-temannya. Kalau mata batinku dibukakan olehnya, mungkin aku tidak lagi menganggapnya orang gila seperti sekarang ini. Lelaki itu sedang asyik mengobrol sendiri, menghadap kasur dan sesekali tertawa.

Seperti orang gila bukan?

“Saka.”

Yang dipanggil langsung menengok, lalu menatapku tidak suka.

“Aku bosan.”

Yaudah sana kamu pulang ke rumah aja.”

“Aku mau ikutan,” Ucapanku membuatnya diam dan hanya menatapku tanpa berekspresi.

Wajahku memelas. Sepertinya dia mau mengabaikanku lagi.

Tidak, tidak, tidak, Kali ini Saka tidak boleh mengabaikanku. Dia harus mau membukakan mata batinku.

Aku pun bangun dari dudukku, lalu berjalan menghampirinya. Menarik lengan kaosnya pelan dan menatap ke arahnya dengan ekspresi yang serius.

“Aku juga mau bermain sama mereka ...,” ucapku yang mana kalimat ini sudah kukatakan beberapa kali di hari-hari sebelumnya. “Aku janji, aku akan baik-baik saja dan tidak akan merepotkanmu,” Kataku meyakinkannya.

Saka terdiam lama. Ditataplah tempat tidur, dan sekeliling kamarnya. Bibir lelaki itu terlihat jelas bergerak seperti mengatakan sesuatu kepada seseorang.

Butuh satu menit untuk menunggu jawabannya. Dan setelah itu, diriku mendengar suara helaan napas dari Saka, lalu dia berkata,

“Oke. Akan kubukakan mata batinmu. Tapi, jika nanti kamu terjadi sesuatu setelah itu, aku tidak akan bertanggung jawab,” Ujarnya kemudian membuatku menyunggingkan senyuman kepadanya.

=====

Aneh. Benar-benar aneh.

Saka itu betulan bisa membuka mata batin orang nggak sih? Masa belum ada semenit, dia bilang mata batinku sudah terbuka. Mana setelah itu dia mengusirku untuk kembali ke rumah.

Padahal kan aku mau kenalan dengan mereka dulu.

“Sana kamu pulang. Teman-temanku belum mau kenalan denganmu. Mereka takut kamu pingsan di sini. Mending kamu pingsannya di rumah aja,” Ujar Saka sebelum diriku meninggalkan rumahnya.

Dasar menyebalkan.

Aku berjalan malas seperti orang tidak bertenaga. Ketika melewati taman, aku melihat sesosok anak kecil yang sedang duduk di bangku taman sambil mengayunkan kedua kakinya. Karena penasaran, aku langsung berbelok masuk ke taman dan menghampiri anak kecil tersebut.

“Halo?? Kamu kok sendirian di sini?” Tanyaku kepadanya.

Anak kecil itu menengok ke arahku sejenak, lalu kembali fokus menatap kakinya yang masih diayun-ayunkan olehnya. “Aku memang selalu sendiri,” Jawabnya kemudian bangun dari duduknya dan melangkah pergi.

Ada satu hal yang membuat diriku terkejut. Ketika anak kecil itu pergi meninggalkanku, terlihat sangat jelas belakang kepalanya yang bolong dan penuh dengan darah yang bercucuran ke bawah.

Kakiku perlahan mundur ke belakang, berniat untuk lari. Namun, anak kecil itu tiba-tiba saja berhenti berjalan kemudian membalikkan badannya menghadapku, dan memandangku dengan tatapan kosong.

“Mau ikut mencari ayah dan ibuku?” Ucapnya seraya memiringkan kepala, lalu tersenyum lebar kepadaku.

Diriku langsung pergi meninggalkan anak kecil tersebut. Aku berlari kencang menuju rumah dengan napas yang tidak teratur, dan juga jantung yang terus berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ternyata Saka benar-benar membukakan mata batinku.

Sesampainya di rumah aku berhenti sejenak di depan pintu, mencoba untuk tenang dan mengatur napasku. Kemudian tepat setelah membuka pintu rumah, diriku langsung mendapati sosok makhluk yang sedang merayap di dinding, lalu menatapku dengan matanya yang bolong dan banyak luka-luka di seluruh wajahnya.

Setelah itu, kepalaku merasa pusing. Kemudian penglihatanku mulai kabur, lalu aku jatuh pingsan.  

 

Penulis: Fadhilla Yenasywaputri

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempo Siasati Isu Konvergensi Media

doc. Google Meski sempat dibredel beberapa kali, namun majalah Tempo bangkit kembali dengan karakternya yang khas. Bahasa yang singkat, tidak bertele-tele, headline dan cover majalah yang menarik, semua hal tersebut membuat pembaca ingin membaca lebih dalam mengenai majalah Tempo. Tentunya hasil yang sedemikian rupa memerlukan proses yang tidak mudah pula. Redaktur Pelaksana Sains, Sport & Kolom , Yos Rizal , menerangkan tentang proses produksi majalah Tempo kepada kami, yang datang Jumat (10/10) lalu. D idukung dengan visualisasi slide power point yang sudah disiapkan , Yos Rizal menjelaskannya kepada kami . Proses produksi majalah Tempo hampir tidak jauh berbeda dengan proses produksi pemberitaan di media lain. Dimulai dengan rapat r e d aksi yang membahas tentang usulan mengenai isu apa sajakah yang menarik untuk dibahas, kemudian dilakukan penugasan kepada reporter, setelah itu reporter akan ‘belanja’ berita di lapangan. Setelah mendapatkan informasi di l

Coffee Traveler #2: All About Coffee

dok. pribadi Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat saat ini. Menikmati kopi di kedai kopi langsung telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Semakin berkembangnya zaman, kedai kopi bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk minum kopi saja. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat konsumen betah dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan atau meeting point . Journey Coffee merupakan salah satu kedai kopi yang berlokasi di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Lokasinya pun strategis yaitu berada dipinggir jalan raya. Kedai kopi ini berdiri sejak tahun 2014. Buka dari jam 10.00 hingga 23.00 WIB pada weekdays dan jam 10.00 hingga 24.00 WIB saat weekend . Fasilitas yang disediakan berupa wifi, toilet serta area parkir. Journey Coffee memiliki 2 lantai, lantai pertama merupakan area atau ruangan bebas asap rokok karena difasilitasi dengan AC dan lantai kedua dikhusus kan untuk smoking area dengan design yang menarik.

Menilik Kelompok Musik Tunanetra di CFD Jakarta

Grup musik disabilitas tunanetra , Smart Voice Kegiatan car free day (CFD) di  Jakarta selalu ramai lalu-lalang warga untuk berolahraga atau sekedar menikmati suasana ibu kota yang penuh gedung pencakar langit tanpa terganggu kendaraan bermotor. Namun, dibalik hiruk-pikuk tersebut, terselip orang-orang yang mengais rezeki dari ramainya suasana. Adalah Smart Voice , sekelompok musisi jalanan ‘unik’ yang biasa menggelar pertunjukan music jalanannya setiap Minggu pagi di kawasan CFD Sudirman, Jakarta. Penyebutan unik bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan seluruh anggotanya yang merupakan warga disabilitas tunanetra. Kelompok musik ini digawangi oleh Nasripan, Ipul, Hendri, Budi, Sumantri, dan Sumirah. Budi  (kanan) dan Sumantri (kiri) anggota  Smart Voice Menurut Sumirah (40) Smart Voice terbentuk pada tahun 2018 lalu. Awalnya karena seluruh anggotanya yang merupakan binaan sebuah panti sosial tunanetra dibilangan Bekasi, Jawa Barat. Disanalah mereka dilatih kete