Ah iya, niatku pergi
ke rumahnya itu karena aku mau menemaninya bermain. Sebelum aku kemari pun, Mamahku
sempat bilang kalau orang tuanya masih di luar kota. Maka dari itu, mamah
menyuruhku untuk menemaninya sebentar agar dia merasa tidak kesepian.
Namun, bukannya
senang ketika diriku datang, dia malah menatapku datar.
“Kamarku lagi ramai,”
Ucapnya padaku.
“Oh, terus?” Balasku seraya
berjalan masuk ke dalam, namun ditahan olehnya.
“Kamu yakin mau
masuk?” Tanyanya mencoba membuatku ragu. Sayangnya, aku tidak peduli dengan
pertanyaannya itu.
“Yakin lah. Lagipula
aku nggak bisa melihat mereka, Jawabku dan langsung bergegas ke dalam,
melewatinya yang berdiri di depan pintu, lalu pergi ke kamarnya yang katanya
sedang ramai.
Mereka yang dimaksud
ini adalah makhluk-makhluk tak kasat mata atau makhluk halus, yang mana hanya
orang-orang tertentu saja yang bisa melihat mereka. Salah satu orang tertentu
ini adalah temanku, Arsaka.
“Jangan duduk di situ!!”
Serunya ketika diriku sudah setengah duduk, hampir menyentuh kasur. Aku pun
kembali berdiri tegak. “Kenapa? Ada temanmu di sini?”
Saka pun mengangguk.
“Dua orang. Satu lagi duduk, satunya lagi tiduran di atas kasur.”
Buru-buru aku menghindar dari tempat tidur Saka sambil berkata, “E-eh, maaf yaa temannya Saka. Aku nggak tau kalau kalian duduk di situ, hehehe... aku kan nggak bisa lihat kalian,” Ucapku sambil menekankan pada akhir kalimat sambil menatap Saka yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.
Sudah lama aku memintanya untuk membukakan mata batinku kepadanya. Namun, dia selalu menolak bahkan mengabaikan permintaanku itu. Padahal, alasanku ingin membukanya agar aku bisa ikut bermain dengan Saka dan teman-temannya. Kalau mata batinku dibukakan olehnya, mungkin aku tidak lagi menganggapnya orang gila seperti sekarang ini. Lelaki itu sedang asyik mengobrol sendiri, menghadap kasur dan sesekali tertawa.
Seperti orang gila
bukan?
“Saka.”
Yang dipanggil
langsung menengok, lalu menatapku tidak suka.
“Aku bosan.”
“Yaudah sana
kamu pulang ke rumah aja.”
“Aku mau ikutan,” Ucapanku
membuatnya diam dan hanya menatapku tanpa berekspresi.
Wajahku memelas. Sepertinya
dia mau mengabaikanku lagi.
Tidak,
tidak, tidak, Kali ini Saka tidak boleh mengabaikanku. Dia harus mau membukakan
mata batinku.
Aku pun bangun dari dudukku, lalu berjalan
menghampirinya. Menarik lengan kaosnya pelan dan menatap ke arahnya dengan
ekspresi yang serius.
“Aku juga mau bermain sama mereka ...,” ucapku yang mana
kalimat ini sudah kukatakan beberapa kali di hari-hari sebelumnya. “Aku janji,
aku akan baik-baik saja dan tidak akan merepotkanmu,” Kataku meyakinkannya.
Saka terdiam lama. Ditataplah tempat tidur, dan
sekeliling kamarnya. Bibir lelaki itu terlihat jelas bergerak seperti
mengatakan sesuatu kepada seseorang.
Butuh satu menit untuk menunggu jawabannya. Dan setelah
itu, diriku mendengar suara helaan napas dari Saka, lalu dia berkata,
“Oke. Akan kubukakan mata batinmu. Tapi, jika nanti kamu terjadi sesuatu setelah itu, aku tidak akan bertanggung jawab,” Ujarnya kemudian membuatku menyunggingkan senyuman kepadanya.
=====
Aneh. Benar-benar aneh.
Saka itu betulan
bisa membuka mata batin orang nggak sih? Masa belum ada semenit,
dia bilang mata batinku sudah terbuka. Mana setelah itu dia mengusirku
untuk kembali ke rumah.
Padahal kan
aku mau kenalan dengan mereka dulu.
“Sana kamu pulang.
Teman-temanku belum mau kenalan denganmu. Mereka takut kamu pingsan di sini. Mending
kamu pingsannya di rumah aja,” Ujar Saka sebelum diriku meninggalkan
rumahnya.
Dasar menyebalkan.
Aku berjalan malas
seperti orang tidak bertenaga. Ketika melewati taman, aku melihat sesosok anak
kecil yang sedang duduk di bangku taman sambil mengayunkan kedua kakinya.
Karena penasaran, aku langsung berbelok masuk ke taman dan menghampiri anak
kecil tersebut.
“Halo?? Kamu kok
sendirian di sini?” Tanyaku kepadanya.
Anak kecil itu
menengok ke arahku sejenak, lalu kembali fokus menatap kakinya yang masih
diayun-ayunkan olehnya. “Aku memang selalu sendiri,” Jawabnya kemudian bangun
dari duduknya dan melangkah pergi.
Ada satu hal yang
membuat diriku terkejut. Ketika anak kecil itu pergi meninggalkanku, terlihat
sangat jelas belakang kepalanya yang bolong dan penuh dengan darah yang bercucuran
ke bawah.
Kakiku perlahan
mundur ke belakang, berniat untuk lari. Namun, anak kecil itu tiba-tiba saja berhenti
berjalan kemudian membalikkan badannya menghadapku, dan memandangku dengan
tatapan kosong.
“Mau ikut mencari
ayah dan ibuku?” Ucapnya seraya memiringkan kepala, lalu tersenyum lebar kepadaku.
Diriku langsung pergi
meninggalkan anak kecil tersebut. Aku berlari kencang menuju rumah dengan napas
yang tidak teratur, dan juga jantung yang terus berdetak lebih cepat dari
biasanya.
Ternyata Saka benar-benar
membukakan mata batinku.
Sesampainya di rumah
aku berhenti sejenak di depan pintu, mencoba untuk tenang dan mengatur napasku.
Kemudian tepat setelah membuka pintu rumah, diriku langsung mendapati sosok
makhluk yang sedang merayap di dinding, lalu menatapku dengan matanya yang
bolong dan banyak luka-luka di seluruh wajahnya.
Setelah itu, kepalaku
merasa pusing. Kemudian penglihatanku mulai kabur, lalu aku jatuh pingsan.
Penulis: Fadhilla
Yenasywaputri
Komentar
Posting Komentar