Doc: Google |
Ini salah satu kisah nyata dari masa kecilku.
Aku sendiri mudah jatuh sakit, sehingga aku bisa
memahami perasaannya. Jadi, saat sedang bosan bermain dengan teman yang lain,
aku suka menemaninya. Kami biasa bermain puzzle,
menyusun balok kayu, menggambar, atau sekadar mengobrol saja. Begitu jam
pulang, jika mama belum menjemputku, ia suka mentraktirku jajanan di warung depan
TK. Juga menemaniku sampai mama datang.
Suatu hari, temanku ini tidak masuk. Ibu guru bilang
bahwa orangtuanya memang belum mengabari, tapi sepertinya penyakitnya hanya
sedang kambuh saja. Pasti besok ia akan kembali masuk kelas. Jadilah aku
belajar dan bermain bersama teman-teman yang lain seperti biasa.
Namun, ketika jam pulang tiba dan mamaku belum
menjemput, aku melihatnya di depan rumahnya. Ia melambaikan tangan padaku, jadi
aku menghampirinya.
“Eeh kamu kenapa tadi ga masuk? Sakit lagi? Kamu gapapa?”
Cecarku kaget sekaligus senang karena bisa melihatnya hari itu.
Ia mengangguk. “Iya, tadi pagi penyakitku kambuh.
Tapi sekarang udah ga sakit lagi, aku
udah sehat sekarang,” jelasnya dengan
wajah senang dan senyum lebar. “Mamanya belum jemput ya? Yuk jajan, aku beliin pop es!”
Ia pun menarikku ke warung, dan memesan dua minuman
rasa vanila kesukaan kami. Bahkan dengan berbagai tambahan seperti agar-agar,
wafer, dan serutan coklat. Tidak seperti biasanya.
Sambil duduk dan meminum minuman kami, aku pun
menanyainya. “Tumben ngebeliin yang
lengkap gini. Kan mahal. Gapapa?”
“Gapapa
kok, kan ngerayain aku sembuh! Aku ga
sakit lagi lho!” Sanggahnya. “Tapi
ini terakhir kali ya, aku jajanin kamu. Soalnya aku mau pergi.”
Aku jelas kaget mendengarnya. “Eeeh?! Mo pergi ke mana?! Kapan?!”
“Jauh pokoknya, tapi berangkatnya ga lama lagi,” jawabnya dengan wajah
yang mulai muram.
Merogoh uang di kantong seragam, aku bergegas
kembali ke warung, dan membeli mainan baling-baling terbang.
Kuberikan mainan tersebut padanya. “Nih buat
kamu. Maaf ya uangku dikit, jadi
hadiahnya itu aja yang kebeli,” tuturku berusaha menghibur,
kemudian memberinya pelukan. “Jangan sedih ya, jangan lupain aku ma temen-temen
yang lain juga.”
Begitu aku melepaskan pelukanku, ia pun kembali
tersenyum, dan kami bermain hingga akhirnya mamaku datang menjemput.
Keesokan harinya, aku tidak melihat temanku ini di
kelas. Mungkin dia kemarin sudah benar-benar pergi, maka dari itu tidak masuk
lagi. Ibu guru juga mengatakan ada pengumuman, dan meminta kami semua untuk
duduk terlebih dahulu. Aku pikir hendak mengumumkan kepindahan temanku itu.
Tapi ternyata tidak.
Ibu guru bilang, ternyata kemarin pagi temanku
meninggal karena sakit.
Penulis: Annisa Aulia N. S
Komentar
Posting Komentar